6. Pernyataan menyakitkan

6.3K 390 2
                                    

"Ketika kita ikhlas atas semua yang mengecewakan kita, percayalah, Allah akan gantikan kekecewaan itu dengan sesuatu yang tidak kita sangka sangka."

🍁🍁🍁

   Tepatnya satu Minggu lagi aku akan melangsungkan pernikahan. Keadaan ayah berangsur membaik aku senang dan bisa dipastikan ayah akan menjadi wali nikah nanti.
Hari ini aku tidak pergi ke kampus aku izin untuk tidak masuk karena ayah akan pulang ke rumah.
"Ayah"panggilku pada ayah yang sedari tadi matanya masih tertuju pada layar tv.
"Ada apa Nabilla?"tanya ayahku
"Nabilla harap apapun nanti yang terjadi pada Nabilla, ayah akan selalu ada buat Nabilla yah"tuturku dengan air mata yang tiba tiba menetes.
"Cupcupcup anak ayah udah besar masa nangis, tenang nak, ayah janji akan selalu ada buat anak kesayangan ayah ini"jawab ayah sambil mengusap ujung kepalaku yang tertutup Khimar.

Tiba tiba suara pintu terbuka mengagetkanku, langsung kutolehkan kepalaku menghadap pintu tersebut, aku fikir ibu yang datang ternyata sesosok lelaki berbadan tegap yang kemarin mengkhitbahku, untuk apa dia datang.huh.
"Assalamualaikum"salamnya saat memasuki ruang inap ini.
"Waalaikumsalam"jawabku dan ayah bersamaan.
Pandanganku dan dia bertemu, namun langsung kubuang pandanganku kearah lain.
"Ada apa nak Faris kemari?"tanya ayahku pada Faris.
"Iya pak Himawan, saya hanya ingin melihat keadaan anda sekaligus ingin berbicara dengan putri anda sebentar."tuturnya.
"Keadaan bapak Alhamdulillah sudah membaik nak, dan jika kamu mau bawa saja anak bapak ini dia pasti tidak keberatan, ya kan Nabilla?"ujar ayah sembari menatapku.
"Ehmm... lalu bagaimana dengan ayah nanti ayah sendirian disini"alibiku.
"Ayah nggak papa nak, sebentar lagi ibu dan kakakmu juga akan sampai"ucap ayah.
"Ya sudah Nabilla mau, memangnya apa yang mau dibicarakan?"tanyaku pada Faris.
"Mari ikut aku ke taman rumah sakit"tuturnya sembari berjalan keluar kamar inap.
Aku hanya mengikutinya dari belakang.

"Silahkan duduk"ujar mempersilahkan duduk
"Mau bicara apa dia."ucapku dalam hati sedikit penasaran.
"Ada yang mau aku bicarakan tentang pernikahan kita"ujarnya dingin tidak seperti saat bersama  ayah tadi.
Aku tidak tahu bagaimana sebenarnya watak pria yang sebentar lagi akan menjadi suamiku ini, mendengar perkataannya saja sudah membuatku takut karena jujur saja aku tidak pernah dibentak ayah apalagi ibu.
"Memangnya kenapa?"tanyaku ragu dan pandangan terus menunduk, takut melihatnya.
"Aku ingin jika kita sudah menikah nanti kamu tidak menganggapku sebagai suamimu,dan yang kedua kamu tidak perlu ikut campur dalam segala urusanku. Kamu tau aku mau menikah sama kamu karena papahku...ingat papahku.. bukan karena CINTA, aku tak akan pernah mencintaimu sampai kapanpun karena dihatiku sudah ada wanita lain yang jelas lebih darimu, yang ketiga berperilakulah sewajarnya,aku tidak mau kamu masuk dan mengganggu kehidupanku.paham?"ujarnya panjang lebar.

Mendengar ucapannya membuat hatiku hancur, apakah aku salah dalam mengambil keputusan.
Belum juga menikah aku sudah disakiti seperti ini. ya Allah, aku tak tau apa yang akan terjadi selanjutnya dengan hidupku.
"Paham"jawabku sambil masih menahan tangis.
"Oke awas kalau sampai kamu melanggar aku tak akan segan segan dengan orang tuamu."ujarnya dengan pergi meninggalkanku.
"Satu lagi aku bisa saja mencabut bantuan yang sudah papahku kasih untuk ayahmu itu"sambungnya dan langsung pergi meninggalkanku.

Hatiku luluh lantak, apa yang harus aku lakukan sekarang, jika aku membatalkan pernikahan itu apa yang akan terjadi dengan ayah nantinya.
Aku berfikir sejenak,
"Tidak tidak aku harus kuat demi ayah, semangat Nabilla"semangatku dalam hati.

Aku bergegas pergi meninggalkan taman itu, dan menghapus kasar air mataku, ayah menungguku.

Kulihat ayah sudah berada diluar  ruang rawatnya dengan kursi roda yang ditungganginya.
Ayah akan pulang hari ini.
"Ayah sudah mau pulang bang?"tanyaku pada Abang yang sedang duduk didekat ayah, sementara ibu sedang berbincang dengan dokter yang merawat ayah.
"Iya."jawabnya singkat.
Abang tiba tiba menghadapkan kepalanya padaku.
"Kenapa kok sembab matanya, habis nangis ya? Huh dasar cengeng udah besar juga."tanya dan tuturnya sedikit meledek.
"Iya cengeng ya"jawabku sambil memanyunkan bibir.
"Nggak kok adik Abang ini kan kuat sekuat baja"ujarnya sambil mengusap pucuk kepalaku kasar.
"Emang aku Samson apa."tuturku kesal.
Aku teringat bahwa Abang akan berangkat ke Kairo besok.
"Bang,"panggilku.
"Ada apa adek Abang yang paling cuantik hemm?"timpalnya.
"Berarti nanti pas pernikahan Nabilla Abang nggak dirumah dong" ujarku sendu.
"Iya, tapi nggak papa kita kan masih bisa telfonan dan video call sayangnya Abang."ucapnya menenangkan.
"Iya sih tapi Abang janji ya nanti Abang video call Nabilla dulu, terus nanti lusa Nabilla ikut nganter ke bandara."timpalku kembali.
"Iya deh tapi kan kamu kuliah nggak baik kalau ijin terus, nanti dimarahin loh sama dosennya."ucapnya dengan nada menakut nakuti.
"Abang mah gitu"timpalku kesal.
"Iya iya adek ku tersayang"ucap Abang sambil menarikku kepelukannya.

"Yuk pulang ini udah selesai semua"ujar ibu.
"Iya Bu yuk pulang sekarang, biar hafiz aja yang bawa kopernya"ujar Abang sambil menyambar koper yang berada ditangan ibu.
"Ya udah yuk Bu "ucapku sembari mendorong kursi roda ayah.

Aku tak akan mengecewakan ayah dan ibu aku akan bertahan sekuat tenaga, walaupun seberat apapun beban yang aku pikul nantinya.

Skenario Allah yang Terindah (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang