Tanpa menunggu banyak waktu Rafael dan gengnya berlari tunggang langgang meninggalkan Naira beserta Libra. Empat mobil mewah yang terparkir di pinggir jalan segera berlalu sebelum ramai-ramai rombongan motor itu tiba.
"Yes, enyah jauh-jauh sana!" Naira berseru riang sekaligus lega menyaksikan kepergian anak-anak SMA Global itu. Ia merapikan rambutnya yang sempat disentuh Rafael lantas bergegas menghampiri Libra. "Lib, gimana keadaan lo? Ya ampun, lo... lo luka parah!"
Perhatian Libra yang sempat tertuju pada beringsutnya Rafael dan gengnya segera teralihkan pada Naira. Namun bukannya lekas menjawab, ia justru diam, tak berkedip menatap cewek itu.
"Kita harus pergi ke rumah sakit. Kayaknya lo perlu di...."
"Dek!"
Ucapan Naira terputus oleh panggilan pria gondrong yang hampir selesai mengatur motor-motor yang melintas. Sambil mulai menepi ia mengatakan sesuatu tapi baik Naira maupun Libra tak mendengar saking bisingnya suasana.
"Sebentar," Naira yang sudah setengah jongkok di hadapan Libra akhirnya berdiri lagi lantas menghampirinya.
Dari tempatnya terduduk Libra keheranan melihat keramaian yang sedang berlangsung. Pikirnya iring-iringan belasan motor itu akan berhenti di sekitarnya. Namun anehnya mereka tetap pergi lurus melewati tempat dirinya dan Naira. Apa mungkin mereka bermaksud mengejar Rafael yang sedang kabur? Libra menebak-nebak sembari kembali memperhatikan Naira yang tampak sudah selesai mengobrol dengan pria di sana.
"Lain kali kamu harus lebih hati-hati. Jangan gegabah daripada memperburuk keadaan." Pria kekar itu memeriksa lutut dan tangan Naira, menepuk bahunya dua kali sebelum menaiki kembali motornya yang telah lama ditepikan.
"Sekali lagi saya minta maaf, Om," Naira tersenyum ramah, mengangguk sopan kepadanya. "Terima kasih juga udah bikin anak-anak rusuh itu pergi."
"Siapa?" tanya Libra begitu Naira kembali ke hadapannya. Pria beraura seram itu sudah pergi menyusul rombongannya yang telah menghilang di tikungan.
"Maksud lo Om tadi?" Naira mengerling ke arah jalan, mengurai senyum kecil. "Gue nggak sempat tanya namanya, tapi yang jelas dia ketua klub motor yang barusan lewat."
Kening Libra mengernyit. "Dari mana lo bisa kenal orang kayak mereka?"
"Mereka?" Naira balik memandang Libra dengan bingung. "Kalau yang lo maksud rombongan motor tadi sih, gue mana kenal. Mereka cuma kebetulan lagi mau lewat aja."
Sebentar Libra mengusap sudut bibirnya yang kembali mengeluarkan darah. "Maksud lo apa? Bukannya di depan si bule lo nyebut geng motor tadi temen-temen lo, ya?" ia coba mengeraskan suaranya yang lebih lemah dibanding biasanya.
"Ooh itu...," Naira terkekeh dengan gaya lembutnya yang khas. "Barusan gue asal ngomong aja supaya Rafael kabur, hehe," akunya hampir membuat Libra tersedak napasnya sendiri. Kedua matanya pun sampai melotot.
"Habis gue nggak tahu mesti gimana lagi ngadepin mereka. Ide itu muncul gitu aja," lanjut Naira, menanggapi reaksi kaget Libra. "Sebenarnya Om gondrong tadi mau marah-marahin gue karena udah nyebrang nggak hati-hati. Tapi akhirnya malah jadi gue yang minta bantuan dia."
"Omong-omong yang barusan itu bukan geng motor sungguhan, kok," kata Naira lagi, sebab Libra cuma bengong memandangnya. "Mereka sebenarnya klub motor yang diminta panitia buat jemput dan ngawal Pak Kyai dari pesantren. Karena takut kejebak macet, jadi mereka bawa Pak Kyai-nya lewat jalur sini. Kan bentar lagi bakal ada pengajian besar di masjid agung taman. Sengaja ramai-ramai gitu biar dikasih jalan. Emang lo nggak lihat apa? Kan di iring-iringan tadi ada sosok pakai baju serba putih, pake kalung sorban yang diboncengin di barisan paling depan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Pink's Boyfriend
Teen Fiction[SELESAI] Padahal jelas-jelas Naira sudah punya pacar. Pacarnya pun cakep, perhatian, dan personil band terkenal. Mereka juga saling sayang. Tetapi, kakaknya malah menjodoh-jodohkan Naira dengan seorang cowok judes yang merupakan teman sekelasnya. M...