Mendadak Zaki tertawa melihat Naira membeku. "Aduh, jangan serius-serius dong. Gue cuma bercanda, kok. Abis lo keliatan pakem banget, sih. Ya udah, kalau gitu gue pergi dulu. Salam ya buat Bunda lo."
"Arzaki," sebut Naira saat cowok itu memundurkan motornya. "Tadi waktu di sekolah, gue sempat ketemu sama Kimmy."
Zaki yang sudah hendak menyalakan motor seketika berhenti bergerak. "Apa dia ngomong sesuatu lagi sama lo?" pandangnya menyipit.
"Eh, nggak kok. Nggak gitu. Maksud gue, gue cuma papasan sama Kimmy di tangga. Tepatnya waktu istirahat. Terus kayaknya dia lagi kenapa gitu. Apa mungkin...." serta merta Naira menghentikan ucapannya kala menyadari ada yang janggal dari pertanyaan Zaki. Ia menatap cowok itu takjub, berharap mendapat penjelasan darinya.
"Gue udah nanyain beberapa hal sama dia pagi tadi, pas jam kosong," tutur Zaki akhirnya, tak jadi beranjak pergi. "Entahlah. Gue sampai nggak tahu mesti bereaksi gimana. Selama ini gue selalu nganggep dia sahabat baik gue, sama kayak Dylan dan Choki. Gue pikir dia nganggep gue gitu juga."
"Emangnya Kimmy ngomong apa sama lo?" Naira jadi semakin penasaran menemukan sorot murung Zaki.
"Banyak," jawab Zaki, berpaling arah. "Mungkin lo udah bisa nebak kira-kira apa aja yang gue tanyain ke dia. Yah, tapi semua itu nggak penting gue ceritain. Nggak ada manfaatnya juga buat lo ketahui," ia mengembus kesal sebelum menatap Naira lagi. "Daripada itu, gue lebih merasa berdosa sama lo. Maaf selama ini, di waktu-waktu yang udah lalu, gue sering nggak percaya sama lo."
Naira terpaku mendengar Zaki berkata seperti itu. Dari cara pengucapan dan tatapan matanya, ia terlihat sangat bersungguh-sungguh. Mungkin juga menyesal.
"Gue tahu permintaan maaf gue nggak bisa mengembalikan keadaan jadi lebih baik, apalagi balik kayak semula. Tapi daripada hati gue makin merasa tertekan, sekali lagi gue minta maaf sama lo. Soal semuanya, soal Kimmy terutama."
Meskipun sebenarnya masih sangat penasaran apa yang sesungguhnya telah terjadi, tapi Naira memilih untuk tak lagi bertanya. Ia hanya mengangguk samar, membiarkan Zaki kembali menyalakan motor lantas beringsut pergi.
"Makasih udah jemput dan nganterin gue hari ini," kata Naira selagi Zaki belum bergerak jauh dari pandangannya. "Hati-hati!"
Cowok itu sedikit menengok, juga menunjukkan segaris senyum sebagai tanggapannya.
Motor Zaki baru saja meninggalkan halaman rumah Naira saat dua motor lain datang berpapasan dengannya. Di motor pertama, Zaki melihat Zein memboncengkan Keira. Kedua anak itu sempat menyapa Zaki yang segera ia balas dengan anggukan kepala. Sedang di motor berikutnya yang melaju persis di belakang mereka, Zaki berpapakan dengan Oki.
Zaki terlanjur berlalu. Melalui kaca spion, ia menyaksikan Naira dengan terkejut menyambut ketiga anak SMA Pahlawan itu. Setelah menyapa Oki, dengan jelas Zaki melihat bahwa Naira berpaling lagi ke arahnya yang sudah semakin jauh. Naira tampak termenung, namun Zaki tak tahu apa yang tengah dipikirkannya.
***
"Gue akui gue juga salah. Gue udah keterlaluan banget kemarin," ucap Choki sambil mengelus badan kucing peliharaannya yang ikut nimbrung dengannya dan Zaki. Saat ini keduanya tengah duduk-duduk di bangku teras rumah Choki. Saling berbincang sembari memandang langit yang tertutup awan kelabu.
"Tapi lo nggak serius kan soal keluar dari band?" Zaki mengamati beberapa bagian di wajah Choki yang masih berbekas luka dan lebam akibat perkelahian mereka sore lalu.
Choki membuang napas pelan. "Soal itu gue nggak bercanda," ujarnya mengejutkan Zaki. "Gue tetep nggak bisa lagi main band bareng lo dan yang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Pink's Boyfriend
Teen Fiction[SELESAI] Padahal jelas-jelas Naira sudah punya pacar. Pacarnya pun cakep, perhatian, dan personil band terkenal. Mereka juga saling sayang. Tetapi, kakaknya malah menjodoh-jodohkan Naira dengan seorang cowok judes yang merupakan teman sekelasnya. M...