"Arzaki!" jerit Naira sambil buru-buru mencekal lengannya.
"Brengsek! Udah gue bilangin jangan deketin cewek gue lagi kenapa lo masih aja belagu?" Zaki berusaha kembali menonjok Libra meski Naira sudah memegangi erat lengannya. "Gue mesti ngapain lo biar mau dengerin gue, hah?"
"Arzaki, plis!" sekuat tenaga Naira menarik badan cowok itu agar menjauh dari Libra yang sudah tergolek. "Tolong dengerin aku dulu. Ini nggak kayak gitu," ucapnya sambil terus menyeretnya pergi.
"Kenapa kamu bohongin aku?" Zaki membebaskan diri cekalan Naira, memaksanya berhenti. "Kenapa kamu bisa pergi sama dia?" ia menunjuk sengit Libra yang sedang bergerak bangun, beberapa jarak dari tempatnya berdiri.
"Siapa yang bohongin kamu? Aku nggak pernah pergi sama Libra. Aku sama Keira dari tadi," jelas Naira, berusaha menenangkan dirinya yang bergetar akibat panik berlebihan. "Tadi aku lihat Libra lagi dikeroyok. Dia dihajar sekelompok orang. Aku... aku cuma mau nolongin dia."
"Kamu kan udah janji nggak akan ada lagi dia," Zaki mendengus kasar ke arah samping, memandang trotoar yang sepi oleh pejalan. "Kamu janji sendiri sama aku tadi pagi."
"Tapi kejadiannya...," napas Naira naik turun karena begitu tegang, bicara pun sampai kesulitan. "Tolong jangan salah paham. Tadi Libra beneran dikeroyok anak-anak SMA Global. Kamu lihat sendiri wajah Libra babak belur gitu. Mana bisa aku pergi gitu aja lihat orang yang aku kenal dihajar ramai-ramai?"
"Kenapa kamu nggak ngehubungin aku?" pojok Zaki. "Aku kan udah bilang dari awal. Kamu kalau ada apa-apa langsung ngabarin aku. Kamu beneran nganggep aku pacar kamu nggak, sih?"
"Arzaki, kenapa kamu ngomong kayak gitu?" Naira menatapnya dengan sedih. "Aku cuma terlalu panik tadi. Situasinya bener-bener gawat. Aku... aku sampai nggak ingat dan nggak sadar apa yang aku lakuin."
"Iya, aku tahu. Buktinya kamu sampai lupain aku gara-gara sibuk nguatirin dia," sahut Zaki dengan suara merendah, sarat akan emosi. "Kamu sadar nggak sih, kamu itu terlalu peduli sama dia."
Mulut Naira membuka untuk membalas sesuatu, tapi ia tak jadi mengatakan apa-apa. Ia tak mengira Zaki akan semarah ini terhadapnya.
"Aku cuma pengen jadi satu-satunya cowok yang kamu peduliin dan bisa kamu andalin kalau ada apa-apa. Tapi kenapa...," Zaki menghela napas panjang, menggelengkan kepala. "Ah, mungkin kamu emang nggak sesayang itu sama aku. Bagi kamu aku nggak begitu penting seperti aku mentingin kamu."
"Arzaki...."
"Aku kecewa," ucap Zaki lirih. "Aku kecewa sama kamu."
"Arzaki, tolong jangan ngomong kayak gitu," sela Naira, mencoba menyentuh tangannya. "Aku minta maaf, tapi sungguh, aku udah mau hubungin kamu tadi. Aku udah mau minta tolong kamu buat datang ke sini."
"Udahlah," namun agaknya Zaki sudah terlanjur patah arang. Ia tak mau mendengar penjelasan Naira lebih dalam. "Segimanapun aku ngelarang tetap aja kamu akhirnya ketemu sama dia. Nempel ke mana-mana. Selalu kayak gitu. Gimana lama-lama aku nggak jadi curiga? Yang kamu anggap pacar itu sebenarnya siapa? Aku apa dia?"
Desiran mengejutkan seolah menggores hati Naira. Ia memandang Zaki lama, tak menyangka akan mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya.
"Jadi, diam-diam ternyata kamu punya pikiran kayak gitu sama aku?" ucap Naira, terluka. "Ah, iya. Kamu kan emang nggak pernah bisa percaya sama aku. Kamu selalu aja curiga."
"Bukannya aku nggak percaya sama kamu. Aku cuma ngungkapin dari apa yang aku lihat," balas Zaki, membela diri. "Emang ada cowok yang biasa aja tahu pacarnya ditempelin cowok lain ke mana-mana? Apalagi sering pergi bareng tanpa ngasih tahu sebelumnya. Kalau cowok itu beneran sayang udah jelas dia nggak bakal diam aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Pink's Boyfriend
Teen Fiction[SELESAI] Padahal jelas-jelas Naira sudah punya pacar. Pacarnya pun cakep, perhatian, dan personil band terkenal. Mereka juga saling sayang. Tetapi, kakaknya malah menjodoh-jodohkan Naira dengan seorang cowok judes yang merupakan teman sekelasnya. M...