44. Obrolan Saat Hujan

569 77 22
                                    

"Hujan," kata Zaki sambil melenggakkan kepalanya, menatap rintikan hujan yang turun dari langit. "Mendingan kita neduh di sini dulu sampai hujannya reda."

Naira ikut menghentikan langkah di sebelah Zaki. Ia melongok awan gelap yang menggantung rendah di atas tiang lampu jalan depan mini market, lantas mengangguk kecil. "Deres ya," gumamnya seraya mundur selangkah. Beberapa loncatan air hampir memercik ke sepatunya.

"Duduk sini deh," Zaki menunjuk meja bundar kecil yang diapit dua buah kursi warna coklat. Ada dua meja dengan sepasang kursi yang disediakan pihak mini market di bagian teras. Kesemuanya kosong. Hanya ada bekas botol mineral yang ditinggalkan di salah satu meja oleh pengunjung lain sebelum kepergian mereka.

Zaki memilih meja sebelah kiri lantas duduk di sisi kanannya, kemudian Naira duduk di seberang. Naira menyimpan kantong plastik berisi sedikit belanjaannya ke dalam ransel begitu duduk. Jam di tangannya menunjukkan pukul setengah lima. Hari memang sudah sore karena Naira baru saja mengikuti jam tambahan belajar di sekolah. Begitu pula Zaki.

Beberapa waktu sebelumnya Naira sedang dalam perjalanan menuju halte bersama Salsa dan Lian saat tiba-tiba mendapat pesan dari kakaknya. Kelly meminta Naira untuk membelikannya obat sakit tenggorokan, juga beberapa keperluan rumah. Anak itu sedang sakit sehingga tak bisa bepergian. Agaknya ia terserang flu setelah sehari sebelumnya kehujanan sepulang dari kampus.

Maka Naira meneruskan langkah menuju mini market yang berada tak jauh dari halte, membiarkan Salsa dan Lian pulang lebih dulu karena bus jurusan mereka kebetulan sedang lewat. Naira tak menyangka jika di dalam mini market ia akan bertemu Zaki, yang juga tengah membelikan sesuatu untuk ibunya. Mereka lalu mengobrol sampai kemudian Zaki menawarkan diri untuk mengantar pulang. Pada awalnya Naira sudah menolak, tapi mengingat hari semakin sore dan lagi langit teramat mendung, ia berakhir menerima ajakannya.

"Lo udah makan?" tanya Zaki tak lama setelah keduanya duduk dalam keheningan menyimak hujan.

"Udah kok," Naira menoleh lalu menjawab.
"Tadi sebelum jam tambahan dimulai, gue makan bareng Lian dan yang lain. Bunda suka bawain bekal kalau tahu gue pulang sorean."

"Oh, kirain belum. Gue juga udah makan sih di kantin tadi," ujar Zaki sembari melepas ransel ke dalam pangkuan. Matanya memerhatikan rintik-rintik hujan yang semakin keras berjatuhan. "Kalau hujan deres tambah mendung banget kayak gini, lo suka ingat sesuatu nggak sih?" katanya, melirik Naira.

"Eh?" alis Naira terangkat sebentar sebelum kemudian termenung. Seingatnya ia dan Zaki tak mempunyai memori spesial dengan hujan. Memang dulu jauh sebelum dekat, Zaki pernah muncul di halte saat hujan-hujan, lalu berbasa-basi menawarinya mengantar pulang. Waktu itu Naira sedang berteduh sembari menunggu bus bersama Husni saat Zaki lewat. Namun sepertinya kejadian itu tak cukup romantis untuk dikenang. Apa mungkin Naira melupakan sebuah kejadian manis di antara dirinya dan Zaki?

"Nggak ingat apa-apa, ya?" Zaki berpaling pada hujan lagi. Naira melihatnya agak merengut seperti kecewa. Mungkin ia memang sudah melupakan suatu hal di antara mereka.

"Jemuran di rumah, kadang masih di luar sampai magrib," ujar Zaki di saat Naira sibuk menggali ingatannya. "Bunda sering lupa kalau pas banyak cucian, Kak Mel suka njemurin pakaian gue sama dia di samping rumah. Jadi yang Bunda ambil cuma jemuran di depan aja. Kan kalau lagi musim hujan gini jadi repot. Pernah seragam olahraga gue belum kering padahal besoknya mau gue bawa. Makanya itu gue suka kepikiran, Bunda lupa nggak ya ngambil jemurannya?" terangnya, seketika membuat Naira tertawa.

"Malah ketawa, sih. Apanya yang lucu deh," celetuk Zaki, kembali meliriknya. Namun Naira cuma menggelengkan kepala. "Omong-omong, lo pacaran ya sama anak SMA Pahlawan itu? Temennya si Keira?"

Princess Pink's BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang