21. Melupakannya

560 88 4
                                    

"Panjang umur, tuh. Baru juga ditanyain," Salsa yang baru memasuki halaman sekolah bersama Lian melambai pada Naira yang berangkat tak jauh di belakang mereka. "Tumben lo muncul dari gerbang. Biasanya kan lo sama Arzaki selalu jalan bareng dari parkiran," sapanya begitu Naira bergabung dengan mereka.

"Barusan gue naik bus, kok. Nggak dibarengin siapa-siapa." Meski agak kesulitan tapi Naira tetap tersenyum menanggapi teguran Salsa.

"Loh, Arzaki ke mana?" tanya Lian dari sisi lain Salsa yang jalan di tengah. "Katanya dia bakal selalu antar-jemput lo biar nggak ketikung Libra. Kesiangan ya, semalem abis manggung?"

Naira mengedik. "Kalian udah ngerjain PR Matematika belum?“ alihnya. "Pak Alan ngasih rumus dan penjelasannya kayak gitu, tapi soal-soal yang ada di LKS beda semua. Untung aja kemarin ada Keira. Kalau nggak gue pasti nyerah nggak bisa ngerjain tugasnya."

"Emang lumayan susah sih," sahut Salsa. Hari ini rambut sepinggangnya juga digerai seperti biasa. "Gue aja maksa abang gue buat bantu ngerjain."

"Kalau gitu contekin gue, dong," Lian langsung menggelayut lengan Salsa. "Gue lupa belum ngerjain."

"Lagak lo lupa," Salsa berseloroh. "Kalau gue sih yakin lo bukannya lupa, tapi emang nggak niat ngerjain aja."

"Eeh, sembarangan lo, Sa. Serius nih gue lupa," sangkal Lian. Bibirnya sampai monyong. "Aduh," ia lalu menoleh karena seorang anak kelas 10 sedikit menyinggung bahunya.

"Maaf, Kak. Saya bener-bener minta maaf," kata cewek berkacamata itu menyesal.

Lian cuma menatapnya sebelum menganggukkan kepala. Saat itulah, tak sengaja ia melihat Dylan dan Zaki muncul dari arah tempat parkir. Lian yang dasarnya berisik dan senang menggembori orang pun langsung beraksi. "Yuhuu, Dylan! Woiyo, Arzaki!"

Salsa dan Naira sontak berhenti mendengar Lian berkoar-koar. Mereka menengok, menyaksikan Dylan sedang tersenyum kecil seraya mempercepat langkah. Sementara Zaki di sebelah hanya mengekorinya tanpa memberikan respons.

"Wih, kompak bener pagi-pagi udah berduaan?" sapa Lian lagi, dengan mata dikedip-kedipkan seperti cewek kecentilan.

"Lo sendiri juga kompak berangkat bertiga bareng-bareng. Kurang Disty doang yang belum kelihatan," balas Dylan, penuh senyuman.

"Disty sih udah di kelas palingan. Dia kan paling rajin berangkat pagi meski otaknya nggak terlalu pintar," ujar Lian membuat Dylan dan Salsa tertawa. "Nah, ini Arzaki tumben banget sama Naira berangkatnya sendiri-sendiri. Kenapa? Telat bangun, ya?"

"Nggak kok," Zaki yang ditanyai memaksa tersenyum. Wajahnya terlihat agak muram. "Ehm, gue duluan deh, Li. Ada PR Biologi yang belum gue kerjain. Tinggal ya, Dyl."

"Loh...," jelas saja Lian terheran-heran. Biasanya Zaki selalu enerjik dan paling bisa menanggapi keberisikannya. "Arzaki kenapa?" gumamnya sambil melihat cowok itu pergi menapaki koridor gedung kelas 12. "Cowok lo kenapa, Nai?"

"Kalian lagi marahan, ya?" tanya Salsa pula, menyadari Zaki sama sekali tak menyapa Naira.

Naira menundukkan pandangan saat Dylan, Salsa, serta Lian melihatnya meminta penjelasan. "Emang dia belum cerita sama lo, Dyl?" ucapnya kemudian.

"Eh? Nggak tuh," Dylan justru tampak bingung. "Kemarin seharian gue nggak ketemu Zaki, sih. Gue pergi ke rumah saudara yang baru pindahan. Ketemu Zaki juga barusan ini habis markir motor."

"Emang ada apa? Serius lo sama Arzaki lagi bertengkar?" tanya Lian tak sabar.

Sejenak Naira menghela napas dalam-dalam sebelum memberanikan diri mengangkat kepala, membalas tatapan teman-temannya. "Gue sama Arzaki, udah putus."

Princess Pink's BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang