8. Yang Lebih Penting

637 110 17
                                    

"Mulai sekarang, aku beneran minta kamu jauhin Libra," ujar Zaki setelah Zein dan Keira pulang. Akhirnya Naira membolehkannya masuk karena Bunda dan Kelly juga sudah pulang berbelanja. Mereka baru saja pergi ke pasar tradisional untuk membeli banyak sayur dan berbagai bahan makanan karena Ayah akan pulang.

"Aku nggak suka tahu dia udah putus sama Mbak Kelly tapi kamu masih aja deket sama dia," kata Zaki lagi. Keduanya kini masih berada di ruang tamu. Hanya mengobrol santai sambil sesekali memainkan gitar.

"Kan udah sering dibilangin aku sama Libra nggak ada apa-apa," ujar Naira tenang. "Mau sampai kapan sih kamu terus curiga?"

“Aku nggak pernah curiga sama kamu, Princess. Dia yang bikin aku curiga. Aku cuma nggak tenang lihat kamu deket-deket sama tuh iblis. Nggak suka banget lihat cara dia memperlakukan kamu," Zaki menggerutu. "Apalagi, kemarin dia ngaku sendiri kayak gitu ke aku."

"Ngakuin apa?"

Zaki membuang arah, tampak enggan menjawab pertanyaan Naira. "Pokoknya kamu cuma perlu jauhin dan cuekin Libra biar aku tenang. Nggak usah kuatir kalau dia tiba-tiba datang. Aku bakal jemput kamu tiap pagi sebelum dia muncul. Sore kalau kita nggak beda jam pulang aku juga pasti antar sampai rumah. Apa aja bakalan aku lakuin, yang penting kamu nggak terlibat hubungan lagi sama tu iblis."

"Tanpa perlu kamu minta aku udah cuekin Libra, kok. Dianya aja yang keras kepala,"  Naira membela diri.

"Makanya itu, kamu harus lebih abaikan dia pakai segala cara. Ketemu cukup di kelas dan di sekolah aja. Kalau nggak perlu-perlu banget ngobrol pun jangan. Kalau dia datang ke rumah, kamu langsung masuk kamar terus kunci rapat pintunya."

Naira hampir tertawa mendengar Zaki berkata seperti itu. Namun ia mengiyakan saja daripada mereka bertengkar lagi. Ia tahu Zaki bersikap begitu karena peduli padanya.

"Aku bakal lebih awasin kamu mulai hari ini. Lihat aja, nggak bakalan aku biarin tu iblis ganggu kamu lagi. Baguslah kamu sekelas sama Dylan dan Choki. Jadi aku bisa minta mereka buat ikut mantau sekalian."

"Apa harus sampai segitunya?" Naira menatap Zaki yang meletakkan gitar di pinggir sofa. "Bukannya aku keberatan, tapi emang kamu nggak capek ngurusin aku? Kamu kan punya banyak kerjaan yang lebih penting, Arzaki. Tugas sekolah dan kelompok misalnya, belum urusan Ludyzacho. Aku nggak mau teman-teman kamu nanti ngira aku yang manja. Kamu kan juga sering diminta jemput kakak kamu kalau pulang kuliah kesorean. Aku bisa ngatasin Libra, kok. Percaya sama aku. Aku bakalan lebih berusaha. Aku nggak mau kamu terlalu repot. Kamu pasti jadi capek."

"Nggak apa-apa," potong Zaki. "Nggak apa-apa aku capek, aku repot, yang penting hati aku tenang dan bahagia. Rasanya nggak adil cuma aku yang khawatir sementara kamu tenang-tenang aja. Kamu beneran sayang aku nggak, sih?"

Sebisa mungkin Naira menahan bibirnya agar tak tersenyum. Selalu saja Zaki bisa menghangatkan hatinya. Selalu saja cowok itu mampu membuatnya merasa seperti orang istimewa.

"Kalau mau senyum, senyum aja. Kalau mau seneng, seneng aja. Pipi juga biasa aja, nggak usah pakai merona segala," celetuk Zaki sambil memperhatikan Naira yang tak bisa menyembunyikan perasaannya.

"Orang kok pedenya tingkat dewa," gumam Naira dengan wajah semakin memerah sebab Zaki senyum-senyum ke arahnya. "Arzakiii, sakit tau? Lepasin, deh," keluhnya saat pipinya ditarik cowok itu.

"Lain kali kalau ada apa-apa langsung kasih tahu aku pokoknya. Nggak usah ditunda-tunda kayak gitu lagi, oke?" Zaki tak melepas dan malah menarik pipi Naira yang satunya.

Princess Pink's BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang