9. Kenapa Nggak Sama Libra?

602 97 15
                                    

"Hari ini gue nggak ada kuliah," ujar Lukas pada Naira. Daripada yang lain, ia paling pertama tiba di Holly, studio tempat mereka latihan. "Tapi gue tetep pergi ke kampus buat ketemu dosen. Biasa lah, urusan tugas mesti ada aja yang perlu direvisi." Ia mengambil gitar yang menyandar di dinding setelah membenarkan kabel yang menjuntai di dekat kakinya.

"Libra nggak serius ngikutin kita, kan?" Naira menanyai Dylan yang belum ada tiga menit masuk ruangan.

"Kayaknya sih nggak," sambil melepas jaket Dylan menjawab. "Gue sama Choki ngebut terus nyari jalan lain biar Libra nggak tahu kita mau kumpul di sini."

"Yah, moga aja dia balik ke rumah, nggak curiga kalau kita pergi ke Holly," Naira berujar pelan, tampak kurang yakin atas ucapannya.

"Udahlah, Princess, nggak usah peduliin dia," Zaki memberikan ranselnya pada cewek itu. "Selama ada aku dia nggak mungkin bisa ganggu. Nggak penting banget mikirin dia."

"Zaki bener," Choki menyambung. "Mendingan lo cuekin terus si Libra. Pasti lama-lama bosen sendiri dia."

"Emang Libra ngapain lagi?" Lukas menyeret bangku bundar dari pojok ruangan untuk didudukinya. "Bukannya dia sama kalian udah kayak satu grup, ya? Gue pikir kalian udah temenan."

"Tadinya gue juga mikir gitu," sahut Dylan seraya meraih bass yang tergeletak. "Tapi nggak tahu kenapa akhir-akhir ini dia kumat lagi gangguin Naira. Parah lah, kayak dulu waktu dia baru aja tahu kalau Naira pintar nyanyi rock."

"Wah, bahaya dong. Dia kan kasar banget. Gue masih ingat waktu dia dikit-dikit main jambak cuma buat ngambil rambut pirang Naira. Kalau gitu kalian harus awasin Libra. Terutama lo, Zak," Lukas mengengok ke arah Zaki yang sedang menyetel senar gitar. "Tapi kalau bisa jangan sampai ada adegan jotos-jotosan."

"Nggak perlu lo kasih tahu gue juga udah ngerti kali, Kas," sahut Zaki malas.

"Ya bagus kalau gitu," Lukas hampir tertawa mendengar jawaban itu. "Ngomong-ngomong hari ini kita garap lagu yang mana dulu, nih?" katanya kemudian.

"Semalem gue udah dapetin melodi yang oke buat lagu baru kemarin. Gue rasa ini bakalan keren banget kalau dipakai di bagian intro sama chorus," Zaki menanggapi dengan cepat.

"Serius?" sambil memutar-mutar stik drum Choki menimbrung. "Coba lo kasih lihat! Sekalian biar gue nyari tempo yang lebih pas. Gue masih kurang sreg aja sama latihan kita kemarin."

Berikutnya para cowok itu sudah larut dalam penggarapan lagu baru yang diperbincangkan. Di tengah acara Zaki sempat meminta Naira untuk mengeluarkan buku catatan lagu dari ranselnya.

"Gimana menurut kalian?" tanya Zaki usai memainkan sederet nada.

Dylan mangut-mangut, tampak merasa cocok dengan ide Zaki. Sementara Lukas memberi usulan agar Zaki memainkan melodi itu satu nada lebih tinggi.

"Nah, kayaknya begini lebih enak."

"Bukannya malah menonjol kalau dibiarin kontras?" Choki menanggapi ucapan Lukas.

"Bener. Iramanya nancep banget kok, jadi ditonjolin nggak masalah," sambung Dylan setuju.

"Kalau gitu lo coba ulangi dari awal deh, Zak." Akhirnya Lukas berpikir lagi berkat tanggapan yang lain.

Naira duduk di sofa yang dulu sering ditempati Zaki sambil menonton anak-anak itu latihan. Merasa bosan bermenit-menit hanya diam, ia meraih ponsel Zaki yang diletakkan di dekat ranselnya. Naira jarang menyentuh ponsel cowok itu meskipun ponselnya sendiri sering ia pinjam. Begitu Naira membuka layar, wallpaper yang terpampang membuatnya garis bibirnya melengkung. Hal yang pertama ia lihat ialah wajahnya sendiri sedang tersenyum.

Princess Pink's BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang