24. Sudah Rela?

528 88 12
                                    

"Tuh kalau mau ngedeketin. Mumpung dia masih sendiri," bisik seseorang dari segerombol cowok jurusan IPS, waktu Naira melintasi mereka dengan Disty.

"Kalau lo nggak berani biar gue aja yang maju buat mintain nomer HP-nya," kata anak lain.

"Nggak percaya gue sama lo. Entar yang ada lo sendiri yang pedekate-in dia," temannya yang dirangkul berseloroh.

"Lah, siapa cepat dia dapat, kan?" anak tadi tertawa. "Jadi gimana menurut lo?"

"Nggak usah ikut-ikutan, deh. Gue bakal cari cara sendiri buat ngajak kenalan dia."

"Lo berdua ini ribut kayak yakin Naira mau sama kalian aja," tengah anak yang paling tinggi di antara mereka, yang pertama berbisik. "Gue kasih tahu, ya. Kalau mau dapetin Naira itu minimal kalian harus lebih cakep dari Arzaki. Lebih terkenal, lebih banyak akal, syukur-syukur lebih pintar main gitar dan punya fans segudang."

Anak-anak lain di gerombolan itu riuh tertawa sementara dua anak yang berdebat tadi tampak monyong. Libra yang mengekor beberapa jarak di belakang Naira dan Disty untuk menuju aula mendecih. Ini bukan kali pertama ia mendapati cowok-cowok sedang membicarakan Naira. Sejak putus dari Zaki, hal-hal semacam itu sering Libra dengar tanpa sepengetahuan si topik utama.

"Naira kan kalem dan baik hati. Senyumnya yang tulus juga manis sekali. Nggak heran banyak cowok suka dia." Itu adalah kalimat yang diucapkan Husni pada Tomo kala seorang anak 12 Bahasa 1 meminta kontak Naira darinya, sehabis jam olahraga. Libra yang duduk di sekitar mereka merasa amat lucu pada waktu menyimak obrolan mereka. Menurutnya cewek yang hanya manis dan gemulai seperti Naira tak ada menarik-menariknya-kalau saja ia tak pandai menyanyi rock dan mempunyai ketertarikan musik yang sama.

"Duh, nggak kerasa besok kita udah sampai hari H," ujar Disty, menyadarkan Libra bahwa ia sudah tiba di aula. Mereka bahkan telah duduk perkelompok. Tiap kelompok menempati sudut-sudut yang berbeda. Kelompok Libra sendiri menempati bagian tengah kiri gedung, tepat dibawah kaca jendela.

"Moga semua berjalan lancar sesuai rencana," ucap Disty lagi, sejenak meregangkan jari-jarinya. Ia, Libra, dan Naira duduk membentuk lingkaran sambil menunggu bagian mereka bisa memakai panggung pentas. Biasanya sehari sebelum acara penilaian tiba, Bu Hana memang mempersilakan para murid berlatih di panggung supaya pada saat penilaian mereka bisa tampil lebih maksimal.

"Gue bakal berusaha keras buat besok, sama kayak yang lain. Nilai tugas kali ini langsung masuk raport masalahnya," ujar Naira, seraya memainkan gitar yang Libra bawakan dari rumah. Berikutnya ia mulai menyenandungkan lirik demi lirik lagu yang besok akan dipentaskan. Namun baik Libra maupun Disty tak bisa mendengar dengan jelas karena ruangan terlalu bising oleh suara-suara dari kelompok lain.

"Rekaman yang lo siapin udah beres, kan?" Disty lalu menanyai Libra sambil melihat berkeliling. Kelompok Dua yang merupakan kelompok Choki, Lian, dan Tomo tampak sedang menggunakan panggung. Di depan sana Choki tengah membantu Lian meluruskan gulungan kabel yang terhubung ke gitar.

Karena tak kunjung mendapat jawaban Disty pun memerhatikan Libra yang kedapatan bengong. Dengan dahi mengernyit Disty mengikuti ke mana arah mata cowok itu memandang. "Waah...!" seketika Disty bersorak hingga Libra berpaling ke arahnya. Cowok itu melotot membuat Disty langsung terbatuk-batuk.

"Gue tadi mau nanya, rekaman lo udah beres apa belum?" ucap Disty kemudian, dengan wajah sudah dipasang menjadi pakem. Namun tetap saja kilat geli tak bisa dilenyapkan dari matanya.

Libra hanya menjawab dengan dengusan tajam. Ia lantas mengeluarkan ponsel dari saku jaket, mengabaikan tatapan menunggu Disty. Ia membuka aplikasi piano, menekan-nekan gambar tuts, kemudian berusaha menyamakan nada sampai mana Naira melagu.

Princess Pink's BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang