40. Benci

504 93 15
                                    

Yo, maaf banget telat update. Harap maklum, urusan banyak banget akhir-akhir ini. Oke, selamat membaca dan ditunggu selalu bintang dan komentarnya. Makasiih 💕💕

***

Naira tidak terlalu sadar bagaimana ia berakhir pulang dengan Zaki. Keduanya bahkan tak mengobrol lagi setelah percakapan singkat itu. Ia hanya duduk menemani hingga cowok itu akhirnya mengajak pulang.

"Ayo, gue antar. Ini udah malam." Seingatnya Zaki cuma mengatakan itu. Suaranya pun terdengar lelah. Naira mengangguk dan sadar-sadar ia sudah tiba di rumahnya. Ia tak ingat berpegangan pada pinggang Zaki atau tidak saat membonceng. Rasanya mereka juga saling diam selama perjalanan pulang.

Kini malam-malam setelah berada di kamar, ia merasa heran sekaligus malu sendiri. Menyadari dirinya tak tega membiarkan Zaki dalam keadaan sedih dan kacau. Menyadari dirinya tak tahan untuk tak menghampirinya yang sedang menyendiri. Menyadari dirinya ingin menenangkan dan berada di samping Zaki.

"Ehh, ini yang bener aja. Besok kalau pikiran Arzaki udah tenang terus dia tanya-tanya lagi gue mesti jawab apa?" Naira menyelipkan jari-jari di antara rambutnya yang baru disisir, bingung sendiri. "Minggu lalu baru aja nolak ajakan, sekarang malah sok-sok ngasih perhatian. Aduh, pasti dikiranya gue...."

Dreetttt.

Ponsel Naira yang tergeletak di meja rias di hadapannya mendadak bergetar. Dengan cepat ia melirik ke layar. Jam analog di layar kunci sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Matanya terbeliak melihat sederet chat masuk dan semuanya dari Zaki.

¬ Sori ganggu jam tidur lo

¬ Tapi kita perlu ngobrol sekali lagi

¬ Ada yang pengen gue tahu dari lo

"Tuh, kan?" Naira tak membalas chat Zaki dan malah berteriak ketakutan. Rupanya tak perlu menunggu besok, Zaki bertindak lebih cepat dari perkiraan. Cowok itu pasti kepalanya sudah mendingin sekarang. Ia memang kadang cepat berubah suasana hati dan pikiran.

"Oke, harus tetap tenang. Gue harus bersikap cuek dan sadis seperti yang selama ini gue lakuin di depannya," Naira beranjak menuju tempat tidur walau tak yakin dirinya bisa tidur nyenyak malam ini. Sebab pikirannya mulai gelisah membayang apa yang besok akan terjadi.

Dreeetttt.

Ponsel bergetar lagi saat Naira hendak menarik selimut. Ia sampai melonjak karena kaget.

¬ Besok pagi gue jemput

¬ Malem

"Aaaakkkh, gue harus nyiapin mental lebih kuat buat besok pagi! Pasti bisa. Gue pasti bisa," ujar Naira sembari bersila di atas kasur, seperti hendak meditasi. Ia tak menyadari jika Kelly di depan kamarnya menguping keributannya sambil mengirim pesan pada Libra.

Dan Zaki sungguh-sungguh menepati janjinya. Pagi-pagi ia sudah datang untuk menjemput Naira. Bunda baru saja menjemur cucian di samping rumah saat anak itu tiba.

"Tumben pagi banget. Udah lama juga ya kamu nggak barengin Nai ke sekolah?" sapa Bunda yang hanya Zaki jawab dengan cengiran. "Tunggu sebentar. Nai masih di dalam, lagi sarapan sama Kelly. Oh, apa kamu mau ikut sarapan sekalian sama mereka, Arzaki?"

"Makasih deh, Tante. Saya udah sarapan kok barusan. Emang saya yang kepagian aja sih datangnya," jawab Zaki seraya mengikuti Bunda memasuki ruang tamu. Ia lalu duduk di sofa paling dekat pintu. Jam dinding besar yang tergantung di tembok baru menunjukkan pukul 6 lebih seperempat. Zaki tahu Naira pasti belum siap berangkat karena jarak rumah ke SMA Bendera paling-paling hanya memakan waktu 15 sampai 20 menit. Itu pun jika ia naik angkutan umum dan sudah mengalami macet.

Princess Pink's BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang