46. Tanggung Jawab Ludyzacho

624 75 16
                                    

"Nai, kamu balikan sama Arzaki?" tanya Kelly, suatu pagi saat sarapan dengan adiknya. Beberapa hari telah berlalu, ia sudah sembuh dari sakit flunya.

Naira yang tengah mengunyah nasi goreng buatan ibunya tak membantah. Sejak sore itu Zaki memang jadi sering menjemputnya tiap pagi. Tak jarang sore ia juga mengantar pulang Naira apabila mereka selesai belajar pada jam yang sama.

"Ckk, gimana sih. Udah bagus sama Libra. Ngapain balikan segala?" kata Kelly dengan sebal.

"Udah bagus apanya?" Ibu mereka yang baru saja meletakkan piring kotor ke wastafel menyambar. "Bunda justru lebih seneng kalau Nai deket sama Arzaki. Anaknya lebih tahu sopan dan nyenengin. Dilihat dari sudut pandang orangtua pun, Arzaki lebih baik daripada Libra."

"Masa sih?" Kelly memainkan sendok di tangannya tanpa selera. "Ayah Libra tajir lho, Bun. Orangnya juga baik, bijaksana. Cocok dijadiin besan atau calon mertua."

"Ya ampun, Mbak," sela Naira. "Sejak kapan Mbak Kelly jadi matre?" pojoknya dengan nada tak suka.

"Ini bukan matre, tapi perhatikan juga masa depan kamu. Sebagai kakak aku kurang perhatian gimana coba?" balas Kelly santai. "Ngapain balikan sama mantan kalau ada cowok lain yang lebih patut diperhitungkan? Toh, Libra sebenarnya nggak seburuk kelihatannya, kan? Kalau udah bisa jinakin dia bisa lah kamu diperlakukan kayak putri raja."

"Huekkk!" Naira berlagak ingin muntah, tak mau membayangkan Libra berlaku seperti itu terhadapnya. "Arzaki malah mandiri, tuh. Masih sekolah aja udah bisa dapetin uang dari hobinya. Udah sering mewakili sekolah ke mana-mana. Ya walaupun mungkin orangtua Libra lebih kaya tapi Arzaki orangnya masih lebih dermawan daripada dia," ujarnya, mengingat Libra yang pernah meminta membayarkan menu makannya di kafe. Beberapa kali dalam kesempatan cowok itu juga hanya akan membayar makanannya sendiri jika Naira tak meminta di awal agar ditraktir.

"Tapi ayahnya suka ngajak kamu makan, kan?" timpal Kelly buru-buru. "Libra tuh nggak pelit sebenarnya. Dia nggak terlalu peduli soal uang. Cuman ya emang anaknya aja yang rese kadang-kadang. Yakin deh, kalau kamu serius nanggepin dia, semua bakal dikasih sama dia."

"Kalau Mbak Kelly lebih suka sama Libra, kenapa nggak Mbak aja yang pacaran sama dia? Bagus tuh kan ayahnya dijadiin mertua. Mana kaya pula," balas Naira, tak mau kalah.

"Nah!" Bunda langsung melototi bungsunya. "Kamu yang bener aja, Nai. Mana bisa Kelly pacaran sama anak yang lebih muda? Udah anaknya aja suka kelihatan jengkel terus kayak gitu."

"Kenyataannya mereka bisa, Bun. Biarpun cuma sebentar, tapi kemarin kan mereka sempet jadian," jawab Naira.

"Hah, kelewatan," Bunda menggerutu. "Tapi bukannya akhir-akhir ini Kelly deket lagi sama Gibran, ya? Yang kemarin di depan rumah itu dia, kan?"

"Haha," tawa Naira seketika mengudara. "Sendirinya juga nggak bisa move on dari mantan eeh, seenaknya ngelarang-ngelarang adiknya balikan. Masih mending aku sama Arzaki putus belum ada dua bulan. Lah Mbak Kelly, mantan empat tahun lalu aja masih dikenang. Ajib, Mbaak!"

"Oo berani nyolot ni anak sekarang!" melihat Naira terpingkal-pingkal Kelly langsung meletakkan sendoknya ke meja dengan kasar. "Nggak usah sok tahu kamu!"

"Hushh! Apa sih kalian ini? Pagi-pagi lagi pada makan aja mau bikin ribut!" semprot Bunda, menghentikan Kelly dari aksi hendak mengajak perang adiknya. "Kalau Bunda boleh ngasih pendapat, Bunda lebih suka kalian fokus nuntut ilmu daripada ribut ngurusin pacar-pacaran. Terutama kamu, Nai. Ingat janji kamu dulu. Bunda bakal pantau terus nilai-nilai ulangan kamu. Kalau bisa ditingkatkan lagi biar bisa ngejar nilai Keira."

"Hm, iya, Buuun," jawab Naira, akhirnya tak bersuara lagi daripada omelan yang diterima lebih panjang. Apalagi jika sudah menyebut Keira, bisa-bisa ceramah ibunya tak selesai sampai malam tiba.

Princess Pink's BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang