satuu.

3.6K 159 167
                                    

01 - nasib sial

01 - nasib sial

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku ... harus emut jari kamu."

**

"Fany!"

Suara anak laki-laki tampan itu terdengar sampai ke dalam rumah Fany yang terbilang besar. Memang sudah menjadi menjadi sebuah kebiasaan bagi Vano pergi ke rumah Fany sebelum dia berangkat sekolah.

Alasannya? Tentu, berangkat bersama. Orangtua Fany, Axel—sudah berangkat bekerja sejak mata Fany belum membuka, walaupun Axel menyediakan sopir, tapi Fany jarang ikut dengan sopir suruhan Axel, dan memilih Vinka saja yang menaiki mobil untuk berangkat ke sekolah.

Begitupun Vano, Xean—orangtua Vano— yang sekarang menjadi dosen di suatu universitas yang memakai jam malam belum pulang saat fajar.

Mengakibatkan, Xean akan berangkat malam hari dan pulang saat siang hari.

Mata pria kecil itu berbinar, saat melihat seorang anak perempuan yang sangat dia kenali dengan rambut yang diurai dan juga seragam sekolah yang sudah rapi.

Dengan sigap, Vano sedikit membenahi rambut-rambut yang agak berantakan di kepala Fany dengan jari-jarinya. Tatapan matanya yang menghunus lembut pada Fany, membuat wajah pria itu semakin tampan.

Fany terkekeh kecil, saat menyadari bahwa Vano memperhatikannya sejak tadi, "Udah dong liatinnya, ayok berangkat!" celetuk Fany.

Vano mengangguk, lalu menaikkan kedua alisnya, hanya untuk bergurau, dan Fany paham akan hal itu. Tidak lain dan tidak bukan, satu pukulan di lengan Vano menjadi balasan, "Ih, ganjen banget jadi cowo!" geram Fany, sambil berjalan menjauh dari Vano.

Kali ini, Vano tertawa geli. Entah untuk ke berapa kalinya Fany mengatakan itu padanya, saking sibuknya tertawa, Vano tidak menyadari bahwa Fany sudah berdiri tepat di samping sepedanya.

Vano membulatkan matanya, pasalnya Fany cepat sekali menghilang dari pandangannya, Vano menepuk keningnya dengan keras, "lah Fany! Aduh ditinggalin 'kan!" pekik Vano, lalu berlari menuju sepedanya.

Vano mengukir senyum miring. Dia melihat Fany yang tengah berjongkok di samping sepedanya, membetulkan tali sepatunya yang agak longgar.

Dengan jahil, Vano diam-diam berjalan mendekati Fany, tangannya dengan cepat kembali melepaskan tali sepatunya yang sudah terikat rapi.

"Ih Vano! Kok di lepasin sih!" geram Fany kesal, dia kembali mengikat tali sepatu kanannya, namun, Fany menghela napas kasar saat merasakan bahwa Vano sekarang melepaskan ikatan tali sepatu kirinya.

"VANO! JANGAN DI LEPASIN!" teriak Fany, kini dia memegangi kedua sepatunya agar Vano tidak bisa melepaskan ikatan tali sepatu kanan maupun kirinya.

Vano terkekeh, ingin sekali dia membawa pulang Fany yang sangat lucu ini.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang