sepuluhh.

1K 52 38
                                    

10 - cemburu

"Kamu cemburu ya, Van?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu cemburu ya, Van?"


***

Fany meletakkan dagunya pada tangannya yang bertumpu di meja. Bibirnya terus mengoceh kecil, melantunkan lagu yang sedang trend saat itu.

Dia memajukan bibirnya, menunggu jam pulang sangat membosankan, apalagi dengan guru sejarah di depan semakin membuatnya mengantuk.

Fany berusaha fokus dengan apa yang disampaikan guru tersebut. Kini, dia mengubah posisinya, menaruh dagunya di meja dan tangannya mengetuk-ngetuk meja dengan pulpen.

Otaknya terus memutar kejadian beberapa jam lalu, senyum tipis di wajah Fany terlihat jelas. Mengingat bagaimana Vano yang menariknya ke dalam kelas dan menutup pintu kelas itu.

Ya, Fany paham semua itu.

Vano terlalu jelas menggambarkan kecemburuannya.

Senyumnya makin lebar saat menyadari Vano marah padanya karena Fany mengobrol dengan Vino.

Dasar pria dengan cemburu akut!

Kring! Kriinggg!

Fany membuang napasnya lega, dia segera berdiri dan menarik tasnya dari bangkunya. Menaruh tasnya di atas meja dan memasukkan barang-barangnya kedalam tas.

Sesekali Fany menengok ke belakang, dia terkekeh kecil melihat Vano yang masih cemberut.

Guru itu keluar dari kelas, diikuti dengan siswa-siswi lain yang juga keluar kelas. Fany memegang tali tasnya dengan erat.

Fany berdiam diri di sana, dia kemudian kembali duduk di mejanya. Membalik tubuhnya menjadi menghadap ke belakang, memperhatikan wajah Vano yang terus saja menghindarinya.

"Kenapa cemberut-cemberut sih Van? Gak mau pulang?" tanya Fany, memulai pembicaraan.

Vano berdecak, dia menatap Fany dengan datar, "Siapa juga yang cemberut," sahut Vano.

Fany mengangguk-anggukan kepalanya, "Terus kenapa gak mau pulang?"

Vano menghela berat, "Ini juga mau pulang, tapi gak bareng kamu."

Fany membuka mulutnya syok, dia mengernyit heran. Vano sangat berlebihan, sampai ngambeknya tidak mau pulang bareng. Fany melipat kedua tangannya didepan dada.

"Kamu lagi kenapa sih, Van?!" kesal Fany, lalu mencebikkan bibirnya dengan malas.

Vano kembali membuang pandangannya dari Fany, "Gak apa-apa kok, emangnya aku harus pulang bareng sama kamu terus?"

Fany berdecak mendengarnya, dia segera berdiri dan menggemblok tasnya yang berwarna pink, sama seperti Avista, kini anaknya pun menyukai warna pink.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang