dua belass.

886 44 19
                                    

12 - nge-date apa belajar?

"VANO?! KOK KAMU MALAH BELAIN DETIK SIH?!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"VANO?! KOK KAMU MALAH BELAIN DETIK SIH?!!"

***

Vano merangkul Fany sambil berjalan menuju kelasnya, Fany yang merasa dirangkul pun tak masalah dan membiarkan saja Vano memegang bahunya dari belakang.

"Hm ... Van," panggil Fany, dia sedikit menoleh pada wajah Vano ke samping, lalu kembali melihat arah depan saat Vano sudah menengok pada Fany.

"Kenapa?" balas Vano.

"Nanti siang, aku mau—"

"Fany!" ucapan Fany terpotong, karena mereka mendengar seseorang memanggil Fany.

Mereka berdua membalikkan tubuhnya, melihat siapa yang memanggil Fany, membuat Vano berdecih. Itu Vino.

Vino terus berlari untuk menghampiri Fany, tetapi mata Vino tak lepas dari Vano yang memandangnya tajam. Terlihat jelas rahang Vano mengeras untuk menahan emosinya.

Saat Vino sudah hampir mendekat, Fany sedikit memajukan tubuhnya, berjalan untuk memangkas jarak mereka.

Vano yang sadar bahwa Fany melangkah maju, menghembuskan napas kasar, hidung, pipi, kening, bahkan dagu Vano sudah memerah dan mimik wajahnya benar-benar marah.

"Vino, oh iya kemarin kamu belum kenalan kan sama Vano?" celetuk Fany dan hanya mendapat gelengan ragu dari Vino.

"Vino, ini Vano. Ih namanya mirip ya, tapi nama Vano yang lengkap itu, Devano," ucap Fany panjang lebar untuk memperkenalkan Vano. Fany menoleh kebelakang untuk menarik tangan Vano agar mau berjabat dengan dengan Vino.

"Vano, sini! Kenalan dulu!"

Dengan langkah angkuh, Vano mendekati Fany. Dia segera menjulurkan tangannya pada Vino, tapi Vino masih ragu untuk berjabat dengan Vano karena wajah Vano masih marah.

"De-va-no!" perkenalan Vano, dengan suara yang ditekan.

"Ayo Vin, kenalan juga dong kamu," oceh Fany.

Vino memaksakan senyumnya, "Alvino."

Mereka berjabat tangan dengan jangka waktu yang sangat sebentar, karena Vano langsung melepaskan tangannya setelah jari-jari Vino menyentuh telapak tangannya.

Setelah melepaskannya tangannya, Vino langsung menoleh lagi ke arah Fany yang sedang terkekeh kecil melihat kelakuan Vano.

Vino memegang lengan Fany, lalu sedikit menariknya agar Fany benar-benar menengok padanya, "Fany, aku mau ngomong sama kamu," gumam Vino, lalu dia sedikit melirik Vano yang sedang menatapnya sinis, "tapi gak disini ngomongnya, Fan."

Dengan cepat, Vino langsung membawa Fany pergi dari hadapan Vano. Vino membawa Fany ke kantin dan disana cukup ramai.

Vano yang ditinggalkan sendiri, membesarkan matanya. Napasnya terengah-engah, dan Vano sudah tidak peduli beberapa pasang mata melihat padanya.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang