extra partt D

1K 50 17
                                    

"Ugh, Vano! Padahal sekarang gak hujan, ya? Tapi kok aku hanyut di hati kamu, Van!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ugh, Vano! Padahal sekarang gak hujan, ya? Tapi kok aku hanyut di hati kamu, Van!"

**

"Avista?"

"Hey? Avista?"

Wanita itu mengembuskan napas kasar karena Avista tak meresponsnya juga. Dia mengerlingkan pandangannya ke arah lain dan berdecak kecil. Kemudian dia berpindah ke sofa yang lebih dekat dengan tempat Avista duduk.

Wanita itu mendelik, lalu melambaikan tangannya di depan wajah Avista agar sadar.

Avista mengedipkan matanya berkali-kali, dia juga menggeleng untuk merilekskan pikiranya yang berkelana kemana-mana. Napas Avista tersengal-sengal, entah mengapa bayangan itu tiba-tiba melewatinya.

Avista tersenyum canggung melihat wanita satu malamnya Axel terheran-heran.

"Jadi, kemana tuan Axel?" tanyanya lagi.

Avista membuka mulutnya sebentar, bola matanya berpijar ke sudut ruangan. "Sudah tak bersamaku," jawab Avista.

Alis wanita itu kembali terangkat. "Apa maksudmu ... kalian -"

"Aku pisah. Aku cerai dengannya," potong Avista dengan jelas. Dia menjauhkan kertas-kertas tak berguna yang dibawa wanita itu dari hadapannya.

Avista sedikit mengusap matanya yang terasa nyeri. Jelas-jelas televisi itu tidak menyala. Halusinasinya sangat dalam hingga membayangkan yang tidak-tidak pada Axel.

"What?! Kalian cerai?!" kata wanita itu tak menyangka.

Avista menyapu rambutnya ke belakang, lalu tersenyum simpul. "Kamu gak mengerti masalahnya. Coba rasakan saja sendiri," sahut Avista dengan suara kecil.

Avista menutup matanya erat. Kelopak matanya dia paksa untuk tetap menutupi bola mata coklat miliknya. Dadanya kembali sesak, luka yang hampir mengering itu, kembali basah karena wanita ini.

Wanita itu membalas senyuman Avista dengan canggung. "Ah - aku tau bagaimana tuan Axel memperlakukan seorang wanita," jawabnya.

"Tapi, kukira dia tidak seperti itu padamu, pada istrinya sendiri," lanjut wanita itu.

Avista hanya mampu menengadahkan kepalanya, menahan bulir yang menggenang di sudut aksanya agar tidak terjatuh.

"Awalnya memang seperti itu. Dia ... memperlakukanku dengan istimewa. Tapi semuanya tak berlangsung lama seperti itu. Axel tetaplah Axel, yang akan semena-mena jika sudah mendapatkan apa yang dia inginkan."

Wanita itu melepaskan bibirnya yang tadi saling menempel. Hatinya ikut terenyuh mendengar kenyataannya.

"Bahkan bukan hanya dari Axel saja tekananku tertambah, tetapi orang-orang menghakimiku sesukanya. Bilang bahwa aku bodoh, lemah, entahlah ... mungkin aku memang seperti itu?" Avista terkekeh pelan. Meremehkan dirinya sendiri.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang