tujuh belass.

874 40 30
                                    

17 - apakah ini saatnya?

"Justru aku ingin mengistirahatkan fisik dan mentalku darimu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Justru aku ingin mengistirahatkan fisik dan mentalku darimu."

**

"Halo Van!" sapa Fany dari bingkai pintu, dia kembali melanjutkan langkahnya untuk duduk di kursinya. Fany menaruh tasnya di meja lalu merapikan rambutnya, dia selipkan sedikit rambut ke belakang telinga.

Vano membalasnya dengan malas, ia menopang dagunya dengan tangan.

"Kenapa lagi sih, Van? Sering banget kamu cemberut-cemberut gitu sekarang!" cibir Fany, ikut menopang dagunya dengan tangan, Fany duduk menghadap ke belakang. Mereka menjadi duduk berhadapan yang di tengahnya ada meja Vano.

"Gak apa, bete," sahut Vano sinis.

Fany menaikkan sebelah alisnya, "Kenapa?" tanya Fany lagi.

Vano terkekeh sinis, "Aku gak nyangka aja, kamu bisa-bisanya pelukan sama Vino kemarin!"

Fany melotot, dia syok sampai tangannya tak kuasa menopang dagunya lagi, Fany memijat keningnya, "Vano, kapan sih aku kayak gitu?" tanya Fany tidak menyangka juga.

Vano tersenyum miring, "Gak usah bohong deh, Fan! Aku, ngeliat itu kemarin, jelas banget!!"

Entah kenapa, nada Vano terdengar sepeti  membuat darah Fany mendidih.

"Vano, dengerin ya penjelasan aku sekarang. Kemarin itu, Rosa tuh, gak sengaja dorong aku, terus si Detik sengaja injak sepatu aku, dan di situ tuh kebetulan ada Vino lagi jalan, ya aku gak ada pilihan lain dong selain narik kerah bajunya Vino," jelas Fany panjang lebar.

Vano menatap Fany dengan tajam, "Di situ kan juga ada anak-anak lain, kenapa sih harus Vino?!"

Fany membuka mulutnya lagi untuk bicara, dia juga mengangkat tangannya untuk memperinci penjelasannya, tapi perlahan mulut Fany menutup lagi. Wajah Fany menjadi masam, lalu Fany menggeleng dan kembali duduk menghadap ke depan.

Vano mengerutkan keningnya, lalu menggebrak meja dengan tidak terlalu kencang. Vano berdiri dan berjalan keluar kelas tanpa mempedulikan atau melirik pada Fany.

"Vano," panggil Fany lirih. Dah sukses membuat Vano menghentikan langkahnya.

"Van," panggil Fany lagi, kali ini dengan suara yang lebih kecil.

Tapi, Vano tak menengok sedikit pun pada Fany, setelah beberapa saat berdiam diri , Vano kembali melangkahkan kakinya tanpa menjawab panggilan Fany.

Fany menatap kosong ke depan, hembusan napas yang teratur sampai terdengar. Di kelas, memang hanya ada Fany.

"Halo Fany."

Pikiran Fany buyar, dia mendengar pola kalimat yang sama seperti dia memanggil Vano tadi, senyum Fany terbentuk tanpa sadar, dia menoleh pada bingkai pintu, "Vano—" senyum Fany perlahan menghilang, dan saat dia menyebutkan 'no' suaranya lirih.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang