dua puluh tigaa.

909 44 5
                                    

23 - keterlaluan

"Fany, lari jangan kesini! Lari—mphh—"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Fany, lari jangan kesini! Lari—mphh—"

*

ISTRI SIALAN!

Axel, bisa berhenti? Hati dan fisikku sakit, sungguh.

A-Axel?

Anak siapa dia?

"Akh!"

Avista terbangun dengan mata membola, napasnya tersengal-sengal, mimpi itu kembali terulang. Sakit di hatinya membekas bahkan sampai terbawa ke mimpi.

Avista mengatur napasnya dan mengumpulkan kesadarannya. Lalu Avista bersandar pada kepala ranjang.

Avista menurunkan kakinya, rasanya sangat sulit menopang dirinya sendiri. Kenapa tubuhnya terasa sangat lemas?

Avista mulai membersihkan tubuhnya, berendam dalam bathub dan merilekskan pikiranya. Mimpi itu terus menghantuinya, Avista sampai tidak sabar suratnya diterima pengadilan.

Dia mengingat kembali kejadian kemarin saat ke pengadilan, dimana dijalan dia bertemu Randy dan beruntung Randy dengan senang hati mengantar Avista.

Avista rindu laki-laki itu. Sudah sangat lama tidak melihatnya, kepergiannya ke luar negeri bersama Reza dan orangtuanya sangat membebani Avista.

Kini, memang Avista tidak pernah bercerita tentang rumah tangganya ke siapa-siapa. Bahkan, Viona pun. Orangtua Avista, Faris dan Syara, Avista tak mau memberatkan pikiran mereka berdua.

Avista memakai bajunya setelah selesai membersihkan diri, lalu pergi ke kamar Fany untuk sekadar melihat apa Fany sudah bangun atau masih terlelap.

Avista nampak tersenyum saat mendengar suara dari kamar mandi, Fany pasti sudah bangun.

Avista melanjutkan langkahnya ke kamar Vinka dan membangunkan Vinka yang saat itu masih terbalut selimut.

Lalu, Avista turun ke lantai bawah untuk membuat sarapan. Dia melirik sedikit ke samping, Axel sudah tak terlihat batang hidungnya.

Avista mengedikkan bahunya acuh, lalu kembali berkutat dengan alat masaknya.

Beberapa menit berlangsung, Avista menyajikannya di meja makan dan dia mendengar langkah kaki dari tangga.

Fany dan Vinka sudah siap dengan seragam sekolahnya, tinggal sepatu yang belum mereka pakai.

Avista tersenyum simpul, "Dimakan dulu yuk sarapannya!" ajaknya, lalu menarik bangku untuk makan.

"Ma, Fany jangan banyak-banyak ya, Fany mau berangkat cepet hari ini," ucap Fany saat melihat mamanya menuangkan nasi di piringnya.

"Emangnya ada apa mau berangkat cepet?" tanya Avista, ingin tau.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang