enam belass.

846 45 35
                                    

16 - gawat

"Aku bisa gila!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku bisa gila!"

*

3 hari kemudian.

Avista merapikan piring-piring di meja makan, dia menaruh nasi, lauk, dan sayur ke dalam piring Fany dan Vinka.

"Di abisin ya sarapannya, ya?" ujar Avista, lalu mengelus rambut Fany dan Vinka bergantian, Avista juga mencium puncak kepala Fany, lalu dia berlalu mengambil segelas minum dari dapur.

Axel melangkahkan kakinya menuruni tangga, sambil melangkah dia sedikit membenarkan rambut yang baru saja diolesi minyak rambut.

Saat sampai pada tangga terakhir, Axel menengok. Dia melihat kedua anaknya sedang melahap makanannya, tanpa sadar, senyuman itu kembali muncul.

Axel menghampiri mereka, lalu Axel duduk di kursi makan yang berhadapan dengan Fany.

Fany yang menyadari kehadiran Papanya, mengubah ekspresi wajahnya. Dari yang tadinya ceria menjadi sinis. Fany memakan sarapannya dengan tak lahap semenjak Axel datang.

Vinka memperhatikan Axel, tatapannya kosong. Dia ingin bicara pada Axel, tapi lidahnya kelu untuk mengeluarkan satu katapun untuk Papanya yang berjalan dengan wanita lain kemarin.

Saat Axel membalas tatapan Vinka, Vinka langsung menunduk dan kembali melahap sarapannya.

Tak lama, Avista datang dengan segelas air putih di tangan kanannya dan segelas susu di tangan kirinya. Melihat ada Axel yang telah duduk di meja makan, membuat Avista  membuang pandangannya.

Avista menaruh susu disebelah Vinka dan air putih disebelah Fany. Avista terus berusaha menghindar Axel yang menatapnya dengan mata sayu.

"Sarapan buat aku, mana?" Avista yang baru saja ingin kembali ke dapur, menghentikan langkahnya, dia menoleh ke belakang mendengar suara Axel yang memecah keheningan.

Avista berdecih, "Kenapa gak minta sama cewek yang kemarin? Emangnya dia gak bisa buat sarapan?" sindir Avista, lalu kembali berjalan menuju dapur untuk melanjutkan masakannya.

Axel menghela berat, dia berdiri dan mengikuti Avista, mata Fany mengikuti arah gerak Axel, dia memperhatikan Axel yang ikut ke dapur.

Axel terus mendekat, dia menyandarkan tubuhnya pada kulkas, Avista melihat Axel dengan sinis.

"Siapa yang ngajarin kamu ngelawan suami?" tusuk Axel, wajahnya ikut sinis menatap Avista.

Avista menghentikan aktivitasnya yang tengah memotong daging, dia maju menghadap Axel, lalu berkacak pinggang.

Avista menunjuk wajah Axel dengan telunjuknya, "Yang kayak gini dibilang suami?!" sahut Avista, tak kalah menusuk.

Fany hanya bisa memperhatikan orangtuanya beradu mulut, lagi. Wajah Fany sedih dan satu tetes air membasahi pipinya.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang