delapan belass.

802 45 19
                                    

18 - pantas untuk dikenang

"Handukmu hampir terlepas, aku hanya tak mau, apa yang sudah menjadi milikku dilihat orang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Handukmu hampir terlepas, aku hanya tak mau, apa yang sudah menjadi milikku dilihat orang lain."

*

Avista terbangun dengan mata sayu, dia mengucek matanya agar lebih jelas melihat. Avista membenarkan piyamanya yang sedikit berantakan, lalu mengusak rambutnya.

Avista berjalan ke dalam kamar mandi, dia memperhatikan tubuhnya sendiri di depan cermin. Sangat berantakan tapi masih terlihat cantik.

Avista membasuh dirinya setelah membuka semua kain yang menempel dari tubuhnya.

Air shower hari ini terasa lebih dingin dari biasanya. Avista sedikit menggigil merasakan air yang seperti es batu.

Avista menutup matanya, lalu masuk dalam bathtub, Avista memilih untuk merendam dirinya hari ini setelah beberapa minggu tak berendam.

Dia menghirup sabun yang entah mengapa hari ini lebih wangi dari biasanya juga. Namun, suara dering telepon membuyarkan pikiran Avista.

Drrrrt ddrrrrt

Avista menyudahi berendamnya, dia buru-buru melilitkan handuk pada tubuh rampingnya.

Dengan langkah seribu, Avista keluar dari kamar mandi dan segera menjawab telepon.

Ponsel Axel.

Tanpa melihat kontaknya, Avista langsung menggeser ikon hijau dari ponsel Axel.

"Halo? Xel?"

Deg!

Avista menegang, rambut di sekujur tubuhnya sepertinya meremang, jantungnya memompa dengan cepat dan darahnya terasa mendidih.

Itu, itu ....

"Xel? Kok gak dijawab sih?"

Lagi, Avista menggigit bibir dalamnya.

"Kamu kapan jemput aku? Bantuin aku kemas barang dong, Xel."

Avista tak dapat menopang dirinya, dia terjatuh dengan posisi duduk. Itu, suara itu ...

Setetes, dua tetes, tiga tetes, air mata Avista meluruh. Terdengar suara Avista yang sedang sesenggukan, dia menatap layar ponsel Axel dengan nanar.

Tak butuh waktu lama, hidungnya sudah memerah dan mengeluarkan lendir, sudut matanya pun ikut memerah. Avista memegang kepalanya yang berdenyut nyeri.

"H-halo?" sahut Avista dengan suara lirihnya, suaranya serak karena menangis. Air matanya melirik saat tiba-tiba panggilannya terputus, air mata Avista mengenai layar ponsel Axel.

Rambutnya yang basah juga ikut menetes ke layar ponsel Axel.

"Ma! Mama!"

Avista dengan cepat menghapus air matanya, dia mengusap wajahnya dengan cepat dan membuang lendir dari hidungnya ke toilet, Avista buru-buru menuruni tangga tanpa berniat untuk mengganti handuknya dengan baju.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang