extra partt F

1K 42 49
                                    

"Beneran? Vano gak bakalan minggat?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Beneran? Vano gak bakalan minggat?!"

**

Avista menyimpan dua buah sendok ke dalam tempat makan yang berwarna abu-abu. Warna abu-abu terlihat tidak mainstream dengan merk yang cukup terkenal. Apalagi jika bukan Tupperware.

Avista menghela napas panjang, lalu memasukkan semua tempat makan yang berisi nasi dan lauk serta buah-buahan yang Zidan suruh ke dalam tote bag.

Avista yang sudah memoles wajahnya dengan make up tipis kini bersiap untuk mengantarkan makan siang ke rumah sakit. Zidan mengambek karena sudah beberapa hari ini dia tidak memakan masakan Avista, itu semua karena Zidan selalu pulang malam akibat pasien bangsatnya.

Siapa lagi? Axel.

Avista berani sumpah, lebih baik pria itu mengakhiri hidupnya daripada hidup menyusahkan dan tidak berguna seperti saat ini.

Avista melangkah, dia melihat Vino dengan tatapan interogasi. Tanpa berniat untuk memanggil duluan. Avista memilih agar Vino sendiri yang menyadari kehadirannya.

Dan benar, tanpa semenit menunggu, Vino sudah menoleh ke arahnya.

"Kenapa, Bun?" tanya Vino dengan tatapan datarnya seperti biasa.

Satu alis Avista terangkat dengan terkejut. "Bun?" Avista terkekeh geli mendengar panggilan yang tidak biasa dari Vino.

"Emang kenapa? Harus bener-bener panggil Mama?" jawab Vino kembali dengan pertanyaan. Dia mencebikkan bibirnya kesal.

"Ya, gak apa, sayang. Cuma sedikit kaget aja," ucap Avista dengan senyum kecilnya.

Vino membuang napasnya. "Jantung Mama masih sehat kan? Kagetnya gak sampai serangan jantung, kan?!" balas Vino dramatis, dengan mata yang melebar dan wajahnya yang dibuat-buat cemas.

"Kalo jantung sih, masih ada. Kalo hati Mama baru, tuh!"

Vino menghapus wajah cemasnya. Keningnya berkerut. "Udahlah, Bun. Jangan diungkit-ungkit soal penyakit Mama," sahur Vino dengan suara lirih.

Avista menjadi salah tingkah. "Bukan soal penyakit Mama, kok! Tapi, hati mama yang udah gak ada diambil sama Papa kamu!" jawab Avista yang malah menggombal membuat Vino bergidik.

"Mama ih, udah tua! Inget umur! Anak udah 4 tapi gak ada yang bener anaknya!" cibir Vino setengah bercanda.

Avista mencebikkan bibirnya. Dia akhirnya berjalan ke arah Vino dan duduk di pinggir sofa yang lebih tinggi. Dia mengacak rambut Vino. "Gak ada yang bener gimana sih, sayang?" tanya Avista dengan wajah yang dimainkan seperti kecewa.

Vino terkekeh kecil sebelum menjawab. "Ya, gitu. Nano-nano anaknya. Kakak paling tua aku, anak dari Papa sama Tante Nayya, adik aku Fany, anaknya Mama sama Om Axel. Adiknya Fany, Vinka, anaknya Om Axel sama cewe ga dikenal, terus, ada adik lagi si Fizza anaknya Tante Nayya sama Om Axel," jawabnya dengan ekspresi yang dilebih-lebihkan seperti orang pusing dan keningnya berkerut. "Aduhhh ... bikin pusingg!!" geramnya.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang