dua puluh delapann.

864 51 23
                                    

28 - rasanya sakit

"Nah, anak Ayah ini!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nah, anak Ayah ini!"

*

Lola mengecup kening Vano cukup lama, dia mengusap kepala Vano juga. Lola sesenggukan, akhirnya Vano sadar kembali setelah 2 hari menutup matanya.

Lola mendengar suara derit pintu yang dibuka. Mereka berdua menoleh dan mendapati Xean yang tengah berdiri dengan menekuk wajahnya ke bawah.

Xean kembali menutupnya, lalu duduk di sofa ruangan itu. Dia menopang dagunya dengan telapak tangan, kenapa jadi begini sih, saya kan padahal cuma mau kasih pelajaran ke Vano, biar bisa milih temen yang bener, biar gedenya jadi orang, biar bisa jadi kebanggaan keluarga saya!

"Ayah ... " panggil Vano, dia masih menengok ke samping, menatap Ayahnya yang murung.

Xean tidak menjawab, dia sangat larut dalam pikirannya dan penyesalannya dua hari lalu. Xean menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, lalu menengadahkan kepalanya.

"Ayah, dipanggil anaknya juga," kesal Lola karena Xean tak kunjung menjawabnya.

"Vano udah sadar?" tanyanya dengan suara pelan.

Lola berdecak sebal, lalu menepuk pundak Xean sedikit keras, "Iya!" bentak Lola.

"Hah?!" kaget Xean dan membulatkan matanya melihat Vano menatap ke arahnya dengan tatapan lemah. Vano tersenyum kecil.

"Kamu ... udah ah!" Xean langsung berdiri, lalu berlari keluar dari ruang rawat Vano.

Lola menaikkan satu alisnya bingung, kenapa Xean langsung pergi begitu saja?

***

"Detik!" Vino berteriak dengan tegas, dia menghampiri Detik dan menarik bahunya menjauh dari Fany. Vino menatap Detik dengan tajam.

"Lo apain lagi sih, si Fany?!" tanya Vino dengan suara yang lantang. Mukanya merah menahan amarah.

"Lo juga, lo kenapa sih cuekin gue?!" tanya Detik balik, dia melipat kedua tangannya di depan dada lalu mencebikkan bibirnya kesal. "pasti lo cuekin gue gara-gara si Fany-Fany ini 'kan?!!"

Vino makin membuka matanya, rahangnya mulai mengeras, "KALO IYA, KENAPA?!" tantang Vino tanpa takut.

"Vino ... udahlah, gak usah begitu juga, lagian aku gak kenapa-kenapa kok," Fany memegang bahu Vino lembut, berusaha untuk memenangkan.

"Gak kenapa-kenapa gimana?! Kamu dikata-katain 'kan tadi sama Detik?"

"Gak apa-apa kok," jawab Fany lembut.

"Fany aja gak kenapa-kenapa tuh, sekarang kenapa lo jadi jauhin gue, hah?!" tanya Detik lagi.

Entah, sejak pertama kali Detik melihat Vino di sekolah ini, rasanya dia ingin memiliki Vino. Itu juga yang membuat Detik pindah ke sekolah ini, karena Vino.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang