dua puluhh.

893 50 28
                                    

20 - habis, sudah

"Aku—a-aku bisa jelasin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku—a-aku bisa jelasin."

*

Avista berdecak sebal saat pesawat jam 15.00 telah lepas landas. Dia cemberut karena mendapatkan pesawat pada jam 15.30, Avista akan ketinggalan Axel jika begini.

"Ah, sial!"

Avista menundukkan dirinya di tempat menunggu. Dia memukul kopernya dengan sedikit kencang. Avista menyandarkan punggungnya di kursi. Dia memperhatikan jam sambil menunggu jam itu menunjukkan pukul 15.30.

Avista membuang napas kasar, dia mengambil ponselnya dan menyalakannya. Avista menghubungi Fany untuk sekadar tau kabar dari anaknya, namun dapat avista lihat WhatsApp Fany sedang tidak aktif.

"Lelah sekali, panas lagi."

Avista mengelap pelipisnya yang berkeringat. Otaknya terus membayangkan dan menebak-nebak apa yang akan Axel lakukan di sana.

Sevilla, Spanyol.

Memang, tak butuh waktu lama untuk kembali membangun ekonomi Axel. Buktinya kali ini, dia telah sampai di negara orang dengan tiket pesawat VIP.

Apalagi, kali ini Axel membeli 2 tiket sekaligus.

Ditambah, Axel mem-booking satu kamar hotel bintang lima yang letaknya tak jauh dari pusat kota, Sevilla.

Sevilla, kota terbesar ke-4 di Spanyol, dengan kunjungan wisata bisa mencapai 39,7 juta wisatawan setiap tahunnya.

Axel menarik kopernya, dia juga menyewa sebuah mobil untuk sepekan di Spanyol. Bukan mobil murahan yang dulu dicuri wanita jalang itu. Axel menyewa mobil yang lebih mewah.

Lamborghini Veneno Roadster

Mereka melaju dengan mobil itu, melewati kota Sevilla yang cukup ramai dan jalanan anti macet.

Axel sesekali melirik ke samping, dimana wanita yang dia bawa kali ini terlihat sangat senang memandangi pinggiran kota Sevilla yang terkesan vintage.

Axel tersenyum simpul, entah dimana ingatannya dan bagaimana otaknya bekerja, bagaimana bisa dirinya tidak ingat sama sekali bahwa Avista adalah istrinya?

Axel tidak pernah ingat Avista jika sedang bersama wanita lain.

Avista tak berhak cemburu, tak berhak menghakimi dan tak berhak mengambil keputusan baginya.

Axel yang berhak cemburu, berhak menghakimi dan berhak mengambil jalan tengah.

Menghirup udara yang cukup segar, Axel sedikit membuka jendela mobilnya. Untuk sekadar tebar pesona untuk orang yang berlalu lalang disana.

Dia mengerem laju mobilnya, lalu membuka pintu mobilnya, dengan jalan cepat dia menghampiri pintu di sebelahnya lalu membukanya.

Membukakan pintu untuk wanita yang dia bawa kali ini, lalu menutup lagi. Axel memarkir mobilnya dekat dengan gerbang pintu masuk.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang