dua puluh sembilann.

864 44 11
                                    

29 -  alasannya apa?

"Pergi, Devano Barega Fransisco

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pergi, Devano Barega Fransisco."

*

Vano menjatuhkan bokongnya pada kursi yang berada di samping Fany, dia duduk menyamping ke arah Fany. Lalu Vano memperhatikan Fany lekat-lekat.

Fany yang merasa diperhatikan, ikut menengok ke samping pada Vano, satu alisnya Fany terangkat sinis, "Ngapain kamu di sini? Ini bukan tempat duduk kamu," cibir Fany, kembali memutar kepalanya menghadap ke depan.

"Emangnya aku gak boleh di sini dulu sebentar?" tanya Vano dengan kernyitan di dahinya.

"Gak boleh! Kamu kenapa sih Van?" kesal Fany sambil membuang napasnya kasar. Kamu kenapa nyuruh Tante Lola buat bilang kayak gitu!

"Fany, harusnya aku yang tanya itu ke kamu, kenapa kamu tiba-tiba begini? Kenapa kamu ngehindarin aku? Kenapa kamu? Kamu benci sama aku?" tanya Vano berturut-turut dengan nada cepat.

Fany menoleh perlahan pada Vano, mukanya menjadi lebih sinis, "Emangnya kenapa, kalo aku benci sama kamu?"

Vano menyandarkan punggungnya di bangku, lalu menengadahkan kepalanya. Dia mengambil napas panjang panjang, "Oke. Tapi kamu kasih tau dong, alasannya apa, biar aku bisa minta maaf sama kamu," lirih Vano, otaknya terus terkuras mengingat-ingat apakah dia punya salah dengan Fany sampai Fany benci padanya.

"Kamu pikir aja sendiri," sahut Fany dengan singkat, dia melipat tangannya di atas meja lalu menaruh dagunya di sana. Sampai saat ini, Fany masih beranggapan bahwa apa yang Lola katakan saat itu, merupakan suruhan dari Vano.

Fany mengira, bahwa Vano menyuruh Lola untuk mengatakan, 'tolong jauhi Vano ya?' itu padanya, mungkin Vano tak enak bicara seperti itu padanya, maka dari itu dia meminta tolong Lola.

Beberapa saat, tak ada yang bicara. Vano menarik punggungnya lagi, posisi duduknya seperti semula, miring menghadap pada Fany.

Fany merasakan Vano mengubah posisi duduknya, dia dengan cepat menarik kepalanya lagi, satu tangannya menyembunyikan sebagian rambutnya ke belakang telinga, "Udah aku bilang, jangan deket-deket aku lagi, udah sana pergi!" Fany bersuara sambil memberikan tatapan tajamnya pada Vano.

"Tapi Fany—"

"Pergi!"

"PERGI!" teriak Fany dengan emosi, sampai seisi kelas melihat ke arah mereka berdua. Fany menurunkan alisnya dan wajahnya sedikit memerah karena marah.

"Pergi, Devano Barega Fransisco," ucap Fany dengan suaranya yang tertekan, suaranya pelan, tapi terasa menusuk indra pendengaran Vano saat Fany mengucap nama lengkapnya.

Vano mengacak rambutnya kesal, dia segera berdiri karena banyak pasang mata yang melihat ke arahnya. Vano duduk di belakang Fany, lalu membuka hoodie warna abu-abu miliknya.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang