tiga puluh satuu.

875 40 3
                                    

31 - Avista?

"Saya bilang beri kabar baik! Saya gak nerima kabar buruk!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saya bilang beri kabar baik! Saya gak nerima kabar buruk!"

**

Axel membuka matanya perlahan. Pemandangan yang pertama kali dia lihat, Avista dengan mata terpejam. Bibirnya rapat dan tangannya tak bertenaga.

Semalaman ini Axel tak pulang, dia memilih untuk menemani Avista di rumah sakit sehingga Fany otomatis sendiri di rumah. Axel menghela berat, semalaman dia tertidur di bangku dengan kepalanya yang beralaskan tangan Avista.

Axel masih membiarkan kepalanya tertidur di atas telapak tangan Avista. Dia memperhatikan setiap lekukan wajah Avista yang nampak sempurna.

Satu tangannya terulur mengusap pipi Avista yang terasa kenyal. Lalu Axel mengangkat kepalanya, dia sedikit merapikan rambut Avista yang berantakan karena tertidur.

Axel mengatur rambut Avista, menyimpan beberapa helai rambut Avista ke belakang telinga. Satu tangannya lagi memegang tangan Avista dan menyatukannya.

Menggenggam erat tangan Avista, bahkan sangat erat. Tatapan Axel berubah sendu, tak lama dia melepas genggaman tangannya. Kedua tangannya membingkai wajah Avista dengan lembut.

Axel merindukan wanita ini, dia sedikit menepuk-nepuk pipi Avista agar terbangun.

Satu alisnya terangkat, biasanya hanya dengan tiga sampai lima tepukan di pipi Avista akan bangun, tapi sekarang tidak.

"Laurel ... " panggil Axel dengan lirih. Tangannya turun ke bawah menuju tulang rahang Avista yang terlihat mengeras.

Avista terlihat lebih kurus, jelas karena Avista jarang mau makan selama di rumah sakit. Bahkan, bisa dikatakan kebutuhan Avista sehari-hari hanya mengandalkan infusan.

Axel mengusap tulang itu dengan ibu jari dan jari telunjuknya, mengikuti tulang rahang Avista sampai ke tulang selangka dengan lamban. Axel memperhatikan bahu Avista, seragam rumah sakit di sini memang memiliki lingkar leher yang cukup besar.

Bahu Avista ... bahu yang tegar, bahu yang kuat, bahu yang sudah kuat menahan segala beban yang Avista hadapi selama ini. Tidak Axel sangka, bahwa dirinyalah yang membuat beban Avista semakin berat.

"C'mon! Wake up!" ucap Axel, masih sambil menepuk-nepuk pipi Avista. Lama-kelamaan, wajah Axel yang tadinya biasa saja, menjadi panik.

"Laurel! Wake up!" teriaknya.

"C'mon!" Axel mengguncang bahu Avista pelan. Tapi tak ada tanda-tanda pergerakan dari Avista yang akan bangun. Tangannya beralih memegang tangan Avista.

"C'mon! C'mon! Laurel!" Axel kembali menggerakkan tangan Avista lalu menggenggamnya erat, sangat erat. Lebih erat dari yang sebelumnya.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang