dua puluh empatt.

991 54 13
                                    

24 - sadarlah!

"Kenapa kamu masih mikirin mereka disaat kondisi kamu aja perlu dipikirin?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa kamu masih mikirin mereka disaat kondisi kamu aja perlu dipikirin?"

*

Avista memegang kepala bagian belakangnya yang pening, lalu menaikkan satu alisnya dengan heran. Kepalanya terasa lebih berat dan terasa aneh.

Avista memutuskan membuka matanya, lalu mendesah berat.

Ruangan bau obat ini lagi!

Avista mencoba mendudukkan dirinya, kakinya terasa tak bertenaga, Avista membuka selimut yang menutupinya sampai batas dada.

Rasanya untuk menekuk kaki saja sulit, Avista memilih untuk tetap meluruskan kakinya, dia menoleh ke samping, dan mendapati buah-buahan di meja nakas sebelah brankarnya.

Avista menghela berat, dia menggaruk lengannya yang sedikit gatal. Avista mendengar suara pintu terbuka dari ruangannya, sosok pria tinggi dan bahu yang tegap itu membuat Avista berdecak sebal.

Avista membuang pandangannya ke sisi lain, sangat muak melihat wajah tampan Axel yang menyebalkan bagi Avista.

"Kamu udah sadar?"

Axel menarik kursi dan duduk di sebelah brankar Avista.

Avista menoleh sinis pada Axel, dia menatap Axel dengan horor, "Bisa liat sendiri 'kan?" ketus Avista, perempuan yang tangannya diinfus itu menggeram saat merasakan perutnya berdenyut nyeri.

Axel langsung panik seketika melihat wajah Avista yang kesakitan, tangan Avista terus memegangi perutnya.

"Perut kamu sakit lagi?" tanya Axel cemas, tangannya terulur untuk memegang perut Avista, tapi dengan cepat Avista menepisnya.

Avista menahan sakit di perutnya, dia menahan napasnya sebentar dan memejamkan matanya. "Perlu berapa banyak lagi perempuan yang harus kuhadapi, Xel?" tanya Avista parau.

Alis Axel menukik. "Maksud kamu?"

Avista terkekeh sumbang, "Perlu berapa kali lagi aku harus hadapin selingkuhan-selingkuhan kamu?"

"Sebenarnya, berapa banyak sih selingkuhan kamu?"

Hati Axel berdenyut nyeri mendengar pertanyaan Avista, Axel menatap Avista dengan sendu, dan menggigit bibir bawahnya.

"Kenapa kamu masih mikirin mereka disaat kondisi kamu aja perlu dipikirin?" tanya Axel.

Avista tersenyum simpul, dan entah mengapa senyuman itu malah membuat Axel makin hancur.

"Biar aku bisa siapin fisik aku," jawab Avista, "biar nanti kalo ada kejadian kayak kemarin, aku gak kaget lagi."

Axel mengusap kepala Avista sebentar, karena Avista terus memukul tangannya yang ingin menyentuh Avista.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang