11 - marah
"MARAH! Kasian deh loh, dikerjain, wle!"
***Pukul 8.48 malam.
Fany menyalakan setrika, lalu menunggunya panas sebentar. Dirinya hanya melamun, berharap Vano tak marah karena bukunya kali ini basah.
"Fany?"
Mendengar panggilan mamanya, Fany membuyarkan lamunannya, dia menoleh ke samping, dan tersenyum simpul.
Avista mendekat, lalu menarik kepala Fany pada tubuhnya, menyandarkan kepala Fany dengan lembut, "Kamu udah makan?" tanya Avista sambil mengelusi kepala dan rambut panjang Fany.
Dalam hati Fany sedih, bahkan untuk soal makanan saja, mamanya tidak tau menahu. Avista sebegitu tidak pedulinya pada dirinya kah?
Fany melepaskan tangan Avista dari kepalanya pelan-pelan, dia berusaha tersenyum, "Udah kok ma," jawabnya.
Avista mengangguk, lalu dia mengernyitkan dahinya, "Kamu mau apa sayang? Kok nyalain setrika?"
Fany sontak kaget, dia menggigit bibir bawahnya karena gugup, tapi karena Avista terus memperhatikannya, Fany berucap jujur.
"Buku Vano ma, tadi siang ketumpahan susunya Vinka, padahal udah aku jemur, tapi masih lembab," jelas Fany, dengan suara kecil.
Avista menghela berat, lalu dia mengusap kepala anaknya lagi, "Kalo udah selesai, langsung tidur ya sayang."
Fany mengangguk, dan memberi senyuman manis pada mamanya.
Avista melangkah pergi, sampai Fany tak melihat punggungnya lagi. Fany menghapus senyumnya, lalu berusaha untuk menyetrika buku Vano yang masih lembab.
Hembusan napas terdengar begitu nyaring, rumah Fany terlalu besar untuk dihuni 4 orang saja. Fany menengok jam, sudah jam setengah 10 malam. Sial, buku Vano masih banyak yang belum kering.
Fany menguap, matanya sayu. Dengan menguatkan matanya, Fany melihat buku Vano, dan membaliknya ke halaman berikutnya. Fany merasa butuh sesuatu untuk menguatkan matanya ....
Kopi.
Fany menaruh setrikanya di buku Vano, lalu berjalan sempoyongan. Fany memang telah mengenal kopi.
Saat itu, Avista tengah menunggu Axel pulang kerja, Avista sangat ambisius untuk menyambut suaminya pulang ke rumah, dan Avista memilih untuk menyeduh secangkir kopi untuk menahan matanya agar tidak tertutup. Sejak itu, Fany tahu kopi.
Fany memasak air dengan pemanas air elektrik. Dia menunggu sambil duduk di meja makan. Menyanggah dagunya dengan tangannya agar Fany tidak tertidur.
Fany berdecak kesal, dia kemudian berjalan menuju kamar dan mengambil ponselnya. Hari ini dia belum menemui benda persegi multifungsi itu. Fany tidak tertarik untuk membuka aplikasi Instagram, Twitter, atau WhatsApp sekalipun, tidak seperti kebanyakan orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Here [END]
RomanceCerita Vano - Fany [15+] ❝ Kenapa aku dilahirkan, if I'm not w a n t e d? ❞ ** Private acak, harap follow sebelum baca. ** SEQUEL DARI STORY 'AXELLA' ___________________________ Fanya Shaenetta Aracelly Faresta, keturunan keluarga Faresta yang bis...