"Mau ya jadi suami aku? Ya? Ya? Ya? Aku maksa nih!"
***
Beberapa bulan kemudian, sampai Fany berumur 16 tahun.
Avista tersenyum simpul, lalu mendorong rambutnya ke belakang agar berada di belakang punggungnya. "Ini sisa dua puluh, terserah bapak mau disebarin lagi atau gimana. Kalau enggak, buat cadangan aja siapa tau ada nama yang bapak lupa," ucap Avista ramah. Dia memberikan undangan dengan dominan warna peach dan putih dengan sedikit kelap-kelip abu-abu.
"Sebarinnya nanti-nanti aja, Pak. Lagipula, masih lama juga, hehe."
Orang yang disebut bapak itu membalas senyuman Avista, dia mengangguk beberapa kali lalu berpamitan untuk segera melangkah menyebarkan undangan pernikahan Avista dengan Zidan.
Bapak itu menaiki motornya, lalu menaruh undangan-undanganya di dalam kantung plastik bening. Avista kembali menutup pintu rumahnya saat motor itu sudah tak terlihat di pekarangan rumah Zidan.
Avista membalik badannya lalu duduk di tempatnya semula, sofa panjang dengan warna abu-abu.
Faris, Syara dan tentunya kedua orangtua Zidan sudah siap dengan buku serta pulpennya. Mencatat semua kegiatan yang akan berlangsung saat hari H dan menafsirkan apa yang kurang.
Semuanya tampak akur, tidak seperti saat dengan orangtua Axel yang atmosfernya terasa sangat dingin. Tidak ada yang bisa berkutik dan semuanya diurus Axel, keputusan pun harus di tangan Axel.
Kali ini, mereka semua saling lempar pendapat, membicarakan baik-baik dan saling mengambil saran. Sangat tidak terduga memang, rasanya waktu sangat cepat berjalan.
"Kita bisa buat ruangan ini untuk keluarga, dan sisanya untuk tamu undangan," ucap Syara. Mama Avista yang usianya hampir kepala enam itu terus melontarkan pendapatnya.
Syara juga uang paling yang antusias mendengar anaknya cerai dengan Axel. Dan Syara menjadi lebih excited saat tau cucu-cucunya bertambah dengan sangat cepat. Tidak kalah heboh saat mendengar kabar bahwa Zidan melamarnya dan Avista akan mendapat suami baru yang benar-benar suami.
"Di sini buat prasmanan, makanannya ada berapa menu?" sahut Avista.
"Prasmanan aku yang urus aja deh, kamu mau ada menu apa aja?" balas Zidan.
"Aku mau ada olahan salad gitu, ya? Boleh kan, Nak Zidan?" pinta Syara lagi, tentu saja Zidan mengangguk mengiyakan. Tidak buruk salad dalam sebuah acara pernikahan, kan?
"Bagus, tuh! Saya juga suka," cetus Mamanya Zidan, tangannya menepuk bahu Syara sambil mengatakan itu.
Syara hanya terkekeh pelan. Mereka semua merasakan bahwa kebahagiaan sedang berjalan menghampiri mereka semua.
"Zidan ikut aja, aku tampung semua saran kalian, ya?" ucap Zidan sambil menghitung semuanya dengan kalkulator putih di tangannya.
"Iya, Zidan kalau mau minta bantuan sama Papa tinggal bilang, ya?" ungkap Papanya Zidan, sambil mengacak puncak kepala Zidan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Here [END]
RomanceCerita Vano - Fany [15+] ❝ Kenapa aku dilahirkan, if I'm not w a n t e d? ❞ ** Private acak, harap follow sebelum baca. ** SEQUEL DARI STORY 'AXELLA' ___________________________ Fanya Shaenetta Aracelly Faresta, keturunan keluarga Faresta yang bis...