tiga puluh limaa.

931 43 58
                                    

35 - ah kacau

"Jadi itu alasannya? Kamu kira aku percaya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi itu alasannya? Kamu kira aku percaya?"

**

"Ngapain sih Vino pake nembak Fany segala!"

"Aku juga ya, ngapain juga aku pake larang-larang Fany jadian sama Vino!"

"Malu-maluin lo, Van!"

"Arrghhh!"

Vano mengatur napasnya yang tersendat-sendat. Dia memukul pintu kamar mandi dengan kencang. Rahang Vano terlihat jelas mengeras, tatapan matanya menghunus tajam melihat pantulan dirinya di cermin.

Kedua tangan Vano yang bertumpu pada wastafel, mencengkram wastafel itu dengan sangat. Tatapannya seakan ingin memecahkan cermin itu.

Tak lama, Vano membuang wajahnya dari cermin dengan kasar, dia menengok dengan tatapan membunuh saat menyadari banyak orang di toilet yang mulai memperhatikannya.

Vano memukul cermin itu sekali, lalu berjalan keluar dari sana. Vano membuang napasnya perlahan sambil berjalan. Dia hanya menatap lurus ke depan, mengabaikannya tatapan memuja dari pada siswi-siswi di koridor.

Vano melirik ke samping, jelas dia melihat Aletta yang juga melihat ke arahnya. Tanpa Vano gubris, dia melanjutkan jalannya menuju lapangan.

Vano merasa sangat malu, mau ditaruh mana wajahnya di depan Fany?

Vano mengusap wajahnya dengan kasar. Tak lama dia melihat Aletta yang juga duduk di sampingnya. Vano mendengus dingin lalu mengabaikan Aletta.

Aletta memperhatikan Vano dari samping. "Kamu kenapa tadi gak bolehin Fany pacaran sama Vino?" tanya Aletta yang makin memperburuk suasana.

"Kamu bisa diem gak sih?! Gak usah bahas itu lagi!" bentak Vano dengan wajahnya yang masih melihat ke lapangan.

"Yah Vano. Tadi 'kan aku udah bilang, kamu jangan ke sana, tapi kamunya malah ngeyel bilang 'gak bisa gak bisa' gitu!" sahut Aletta ikut meninggikan suaranya.

"Ah! Letta, kamu—kamu mendingan pergi deh, gak usah ikut campur lagi!" kesal Vano, menatap sinis ke samping.

"Kok begitu sih! Kamu 'kan bisa cerita ke aku, kenapa tadi—"

Vano mengerang. "Udah Letta, kamu pergi dulu sana, aku lagi mau sendiri! Paham kan?" geram Vano karena Aletta terus saja menjawabnya.

Aletta memajukan bibirnya, "Oh gitu ... " Dengan lemah Aletta berdiri dan pergi meninggalkan Vano.

Vano membuang napas lega, dia memejamkan matanya dengan erat cukup lama. Berusaha menetralkan pikirannya. Telinganya mendengar suara bel yang berbunyi, membuat Vano berdecak.

Vano mulai melangkah ke kelas. Pandangannya melihat ke bawah saat Vano sudah masuk kelas. Vano berharap Fany tidak membicarakan hal yang tadi, jujur Vano sangat malu.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang