enamm.

1.2K 80 31
                                    

06 - benturan

"Fany benci Papa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Fany benci Papa."

*

Fany berlari, melewati kedua orangtuanya yang saling melontarkan kata-kata tak pantas didengar telinga sucinya. Dengan kasar Fany menabrak tubuh Axel dan melanjutkan larinya menuju kamar.

Fany menekan knop pintu, lalu membukanya dengan cepat. Dia masuk dan kembali menutup pintunya dengan rapat, juga menguncinya.

Air matanya terus berlinangan, wajahnya pucat seketika. Tubuh Fany merosot ke bawah, menekuk lututnya dan memeluk lututnya dengan erat.

"Papa jahat! Papa gak pernah sayang sama Fany! Gak pernah ada yang peduli sama Fany!" isaknya, Fany mengatakan itu semua dengan suara yang mendengung akibat tangisannya.

Dia menenggelamkan kepalanya pada lututnya, bersandar di balik pintu dan terus membiarkan sudut matanya mengeluarkan bening air yang menyedihkan itu.

Hidungnya merah, dan mengeluarkan lendir. Matanya sembab, rasanya ingin sekali Fany terbebas dari keluarga bak neraka ini, namun kakinya tak bisa berbuat apa-apa, seakan terus menahannya untuk tidak pergi kemana-mana.

Hatinya mencelos, hampir setiap hari, penampakan ini yang Fany lihat. Dia menangis terisak, namun, tiba-tiba rasa sakit pada perutnya kembali lagi.

"Sial!" umpatnya.

Fany berdiri, dia berjalan sambil mengelap matanya yang lembab. Fany menaruh tas sekolahnya pada meja belajar di kamarnya, mengambil satu bungkus berwarna merah jambu yang baru tadi dia beli, pembalut.

Melihatnya saja sudah membuat Fany berdecih. Fany benci ini, Fany benci dimana dia harus menerima kenyataan bahwa dia akan segara beranjak dewasa.

Fany menggigit bibirnya dengan kasar, lalu melempar pembalut itu ke arah kasurnya. Dia berjalan cepat ke arah kasurnya, mengambil pembalut itu dan kembali dilemparkan sampai beberapa kali.

Lagi, air mata itu lolos. Mengapa Tuhan seakan tak mengizinkan Fany untuk bahagia?

"Fany gak pernah minta papa yang kaya gitu."

"Fany benci papa."

Ucapan Fany terasa mencengangkan saat didengar, dikatakan dengan tekanan dan nada sinis.

Fany kembali mengambil pembalut itu dan meremasnya dengan kesal seakan yang diremasnya itu merupakan papanya sendiri.

Fany kembali berdiri, dia menggeleng pelan. Menguatkan hatinya, dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk mengganti seragam sekolahnya dengan kaus.

Kali ini, dia akan pergi sebentar keluar. Mencari udara yang benar-benar tidak mencengkeramnya seperti udara di rumah ini. Tangan Fany terulur memegang dada kirinya yang nyeri dengan mata yang menerawang.

Stay Here [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang