Setelah pertemuannya dengan Shely, Aldrick memperketat penjagaan didepan ruang perawatan Aurora. Sudah 3 hari Aurora terbaring seerti robot yang rusak. Selang ada dimana-mana. Belum menunjukkan perubahan sedikitpun. Aldrick selalu setia menemaninya. Meski pekerjaannya menumpuk, tidak menjadi alasan untuknya menjaga Aurora.
Dering telfon berbunyi berkali-kali, tetapi Aldrick berusaha untuk tidak menghiraukan. Setelah lama tidak berdering, kemudian telfon itu berdering lagi. Dengan hati yang marah, Aldrick mengangkatnya.
"I told you, dont disturb me. Ada apa telfon?" tanya Aldrick berusaha meredam emosinya.
"Maaf pak. Ada kendala di Italia. Kami sudah mengupayakan pak. Hanya saja jika bapak tidak ikut campur tangan, maka masalah ini akan semakin besar. Dan bisa berdampak penutupan perusahaan kita pak." ujar seseorang dari seberang telfon. Aldrick segera menutup telfon dan mengumpat berkali-kali. Dia tidak ingin meninggalkan Aurora, tapi jika dia tidak turun tangan sendiri maka dia akan kehilangan perusahaannya yang sedang berkembang pesat.
Aldrick tampak sibuk dengan pikirannya. Hingga akhirnya dia meminta tolong pada teman dekatnya untuk menjaga Aurora. Karena dia tahu bagaimana sifat Shely. Jika lengah sedikit saja, nyawa Aurora yang menjadi taruhannya.
Sebelum kembali, Aldrick menatap lekat kekasihnya yang sedang terbaring di ranjang yang penuh dengan selang. Hatinya begitu sakit melihatnya tak berdaya. Dia begitu merindukan omelannya, tawa dan candanya yang menghiasi hari-harinya. Please,,wake up sweetheart. I really miss you darling, ujar Aldrick dalam hati sambil memegang tangan Aurora. Dengan langkah berat, Aldrick meninggalkan ruang perawatan untuk kembali ke kantornya yang memang harus dirinya sendiri yang turunn tangan. Entah kenapa perasaannya begitu tidak enak. Ada sesuatu yang akan terjadi jika dia pergi dari sini, tetapi dia juga harus mengurus kantornya yang sedang dalam masalah besar.
Begitu berat derap langkah kaki Aldrick meninggalkan ruang perawatan kekasihnya. Setelah dia memperketat kamar Aurora, dia pergi menuju bandara secepatnya. Karena jet pribadinya sudah menunggu Aldrick. Selama perjalanan ke Italia, hatinya begitu resah. Mulutnya tidak berhenti untuk mendoakan Aurora supaya cepat pulih.
###########
Sudah 2 hari ini Aldrick meninggalkan Aurora yang sampai saat ini belum menunjukkan perkembangan yang lebih baik. Masalah di kantor cabang Italia mulai berangsur2 membaik. Hanya saja hari ini hati Aldrick menjadi resah. Apapun yang dilakukan Aldrick tidak bisa fokus.
Hari mulai petang dan Aldrick baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Perutnya memberontak untuk diisi namun tidak ada nafsu saat melihat makanan. Aldrick begitu terkejut saat mendengar dering telefonnya.
Rumah sakit? Ada apa telfon? Jangan - jangan.... Aldrick segera mengangkat telfonnya. Dia terkejut mendengar penjelasan dari dokter. Dadanya bergemuruh antara takut kehilangan dan menahan marah. Tanpa disadari handphone yang dia genggam sudah retak. Dibantingnya handphone itu ke dinding ruang kerjanya."Damn... Brengsek.. Wanita jalang.." teriak Aldrick.
Segera dia menelpon seseorang melalui telfon kantornya.
"Siapkan pesawat sekarang.. "
"Tapi, Tuan. Urusan disini belum selesai. Tuan mau kemana? " tanya seseorang di seberang telfon
"Aku bilang siapkan sekarang. Jika kau masih ingin menikmati pekerjaanmu, lakukan yang aku perintahkan! Cepat... Sebelum aku sampai di bandara semua sudah siap. Jika tidak, tahu akibatnya apa kan?" kata Aldrick sambil membanting telfon itu. Langkahnya begitu tegas dan cepat. Semua yang berada di kantor langsung menundukkan kepala saat Aldrick lewat di depan mereka. Aura kantor itu berubah drastis menjadi dingin dan menegangkan. Sorot mata Aldrick begitu dingin dan mengintimidasi. Tidak ada satu pegawaipun yang berani menatapnya.
Dengan perasaan yang campur aduk, Aldrick mengendarai mobil dengan kencang. Klakson tidak berhenti berbunyi bagi siapapun yang menghalanginya menuju bandara. Meskipun Aldrick tahu bahwa jarak tempuh antara Italia - Indonesia memakan waktu lama sekitar 15 jam karena mengunakan pesawat pribadi, tidak membuat Aldrick menjadi putus asa. yang dia khawatirkan hanyalah kondisi kekasihnya. dia tidak ingin kehilangan orang yang disayangi.
diambilnya handphone di saku celana dan selembar kartu nama. Dipandangi kedua benda yang berada ditangannya itu. Aldrick tampak memikirkan sesuatu hingga akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi seseorang.
"Meet me in the park next to the hospital. 7 o'clock at night. Dont late."
Setelah menutup pembicaraannya dengan seseorang itu, Aldrick memejamkan mata dan bersandar di kursi pesawat. Dipijatnya pelipis dan dahi dengan perlahan-lahan dan helaan nafas panjang. Dia masih teringat telfon yang diterimanya dari rumah sakit.
"Selamat malam Pak Aldrick. Dengan dr. Rukma, dokter penanggung jawab pasien atas nama Nona Aurora. Saya memberitahukan bahwa kondisi pasien saat ini sedang kritis. Sepertinya ada seseorang yang masuk ke kamar perawatan pasien dan menyamar sebagai seorang perawat. Entah apa yang dimasukkan orang itu hingga pasien mengalami kejang dan hampir mengalami kegagalan dalam fungsi organ jantungnya. Saat ini pasien kembali dalam perawatan intensif di ICU Pak. Sangat riskan sekali jika pasien mengalami kegagalan jantung pasca operasi karena bisa berakibat kematian. Jika Bapak berkenan, secepatnya kembali ke rumah sakit. Terimakasih. Selamat malam"
"Aaaarrrggghhh,,,,dasar perempuan sialan. Permainan dimulai...."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Nurse
RomanceAurora Evren Naureen, Gadis manis berdarah campuran Indonesia-Turki-Portugis. Dengan tinggi 178 cm dan memiliki warna mata biru terang. Aurora sering dihina oleh teman-temannya karena warna matanya yang aneh sehingga Aurora harus menggunakan kontak...