Bab 44

713 26 0
                                    

Aurora duduk di kursi balkon kamarnya. Memandang langit yang berwarna kuning keemasan dimana sinar matahari menyemburkan warna yang indah penutup sore ini. Sejak tiba di rumah kakeknya di Italia, Aurora selalu termenung. Tatapan matanya menyiratkan kesedihan yang begitu dalam. Hatinya bagaikan sebuah kaca yang pecah berkeping-keping. Rengekan keponakannya pun juga tidak bisa membuat Aurora tertawa seperti dulu lagi. Hanya tersenyum sesaat, setelah itu dia kembali murung dan menyendiri. Semilir angin malam menerpa wajahnya yang sendu, airmata mengalir tanpa meminta persetujuan dari sang pemilik mata indah.

Keluarganya begitu frustasi melihat kondisi Aurora saat ini. Mereka takut jika Aurora melakukan hal yang membahayakan nyawanya. Dia hanya makan sesuap saja. Bahkan jika hatinya sedang enak, dia bisa menghabiskan 3 suapan saja. Keluarga di Italia sudah mendengar kabar kematian Sam dan juga penjahat-penjahat yang sudah dihukum sesuai dengan perbuatannya.

"Kak Ara,,,open the door please..." kata adiknya sambil mengetuk pintu. Aurora memandang pintu itu lama sekali hingga akhirnya suara knop pintu terdengar di telinga gadis berparas cantik itu. Senyum merekah menghiasi wajah gadis itu. Begitu pintu dibuka, Lietta segera memeluk kakaknya dengan erat sampai Aurora hampir kehabisan nafas.

"Lepaskan aku Lietta, kamu memelukku terlalu erat. Aku...Aku kesulitan nafas." katanya tersengal-sengal.

"Ini pertama kalinya kakak berbicara panjang dan beranjak dari balkon yang menyebalkan. Yang mampu menyita perhatian dan juga waktilumu. Sudah hampir 1 bulan kakak seperti ini. Lihat kulit kakak kusam, tidak bercahaya, kurus. Ish,,aku malas punya kakak bodoh dan bisanya hanya bersedih. Kakak tau, manusia diberikan  sepasang telinga untuk mendengarkan dari dua sisi, sepasang Mata untuk melihat dari 2 arah...." kata Lietta dengan mulut pedasnya. Mendaratlah jitakan Aurora di kepala Lietta. Dia meringis dan mengomel tapi tetap tersenyum karena kakaknya mulai kembali seperti dulu lagi. Dia memeluk kembali kakaknya dan mendorongnya ke kamar mandi. Aurora sedikit menolak, tetapi Lietta tetap bersikukuh ingin memandikan kakaknya dengan air hangat. Bathupnya kini sudah terisi dengan air hangat. Tidak lupa Lietta mencampur dengan beberapa tetes minyak essential dan menyalakan lilin aromaterapi kesukaan kakaknya. Saat tubuhnya merasakan kehangatan air itu, kini Aurora menjadi sedikit relaks. Usaha Lietta berhasil membuat kakaknya menuruti keinginannya. Karena Lietta tahu jika kakaknya tidak akan mungkin menolaknya.

"Kakak sudah baca berita atau di media sosial belum?" tanya Lietta berhati-hati sambil melihat gerak-gerik kakaknya.

"Memang ada berita apa? selama ini aku gak pegang handphone atau menyalakan televisi." jawab Aurora santai sambil sesekali memainkan beberapa kelopak bunga yang ditaburkan Lietta ke dalam bathup.

"Ehm, ya udah nanti aku share chanel youtube di hp kakak biar bisa lihat. Siapa tahu kan hatinya gak galau lagi." kekeh Lietta. Aurora jadi heran sejak kapan Lietta tahu kata-kata gaul di Indonesia. Setelah cukup acara berendamnya, Lietta meninggalkan Aurora sendiri. Aurora merasa ragu saat berhadapan dengan sebuah benda yang berada di hadapannya saat ini. Dia tidak menyentuh benda itu sudah lama sekali. Ada notif chat dari adiknya. Malam itu dia memutuskan untuk tidak membuka notifikasi adiknya dan lebih memilih untuk tidur. Berpura-pura tidak merindukan lelaki itu sungguh menyiksa Aurora. Dia merindukan senyumannya, harum tubuhnya, pelukannya, ciumannya yang begitu lembut dan dalam. Bahkan dia harus menyembunyikan fotonya bersama Aldrick dibawah bantal agar setiap malam dia bisa tertidur pulas, seperti sekarang ini.

Selamat malam Aldrick, mimpi indah sayang. Aku merindukanmu..........

My Lovely NurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang