Terimakasih yang udah nunggu.
***
"Permisi, Pak."
"Ya."
"Allahuakbar!"
Diana memegangi dadanya. Ia benar-benar kaget melihat makhluk yang menjulang tinggi didepannya.
"Bapak ngapain sih pake acara ngagetin saya?"
Alvaro mengernyit mendengar penuturan Diana. Siapa yang mengagetkannya, kurang kerjaan sekali. Tadinya Alvaro memang berniat keluar dari ruangannya bertepatan dengan kepala Diana yang menyembul dari balik pintu.
"Siapa yang mengagetkan kamu?" tanyanya dengan nada ketus.
"Ya bapak lah siapa lagi? Masa buyutnya bapak. Ada-ada aja," jawab Diana dengan nada tak kalah ketus.
Alvaro menghela nafas, ia sedang malas berdebat dengan bawahan tidak tau diri dan bahkan berani melawan ucapannya.
"Terserah. Sekarang mau apa kamu kesini?"
"Saya mau observasi lebih lanjut, tentang program yang akan kita buat dua minggu lagi, pak," jawab Diana sambil mengangkat beberapa berkas yang dibawanya.
"Ya sudah, masuk." Alvaro berbalik dan duduk kembali ke kursi kebesarannya.
Diana terus berdecak kagum, ia tidak bosan saat ditugaskan masuk keruangan Alvaro. Ia menganggumi ruangan atasannya itu, ruangannya begitu berbeda dengan ruangan Produser pada umumnya, AC, Sofa, Televisi dan berbagai barang yang mahal lainnya terpajang indah diruang kerja Alvaro.
Diana jelas tidak lupa pria dihadapannya ini bukan Produser biasa, namun juga anak dari pemilik perusahan televisi tempat Diana bekerja. Jadi wajar ruangannya berbeda.
"Apa sudah cukup menganggumi ruangan saya? ambil tissue dan lap cairan yang keluar dari mulutmu itu."
Diana mengerjap, ia langsung mengangkat tangan kearah mulut memastikan ucapan Alvaro.
"Pak Al bohong! mana ada air liur saya netes!" matanya mendelik menatap pria itu.Alvaro terseyum tipis, sangat tipis hingga sulit dilihat. Pria itu berdehem dan seketika memegang hidung mancungnya.
"Tidak usah banyak bicara! cepat katakan tentang persiapan program, kita bahas sekarang!" serunya tegas.
"Baik, pak." Diana terkejut sebentar mendengar nada Alvaro yang berubah menyeramkan. Ia duduk berhadapan dengan Alvaro, dan sesat ruangan luas itu penuh dengan semprotan kata-kata pedas dari Alvaro. Sedangkan Diana, perempuan itu terus membaca doa-doa pengusir setan dalam hatinya sambil berdoa semoga ia masih bisa keluar hidup-hidup.
***
Setelah hampir 14 jam bekerja. Diana akhirnya pulang dari kerjaannya, ia sangat penat seharian ini. Mengerjakan banyak tugas dan tidak lupa semburan maut dari Produser muka datarnya. Untunglah ia berhasil keluar dari ruangan Alvaro hidup-hidup.
Terkadang Diana merasa seolah dirinya adalah asisten dari atasannya itu. Seharian Alvaro menyuruhnya bolak-balik keruangan pria itu hanya untuk keperluan program baru.
Jika ditanya kenapa Alvaro tidak menyuruh kreatif lainnya? Ya, mungkin saja karena ia suka menyiksa Diana layaknya ibu bawang putih, entahlah hanya hati mungil Alvaro yang tau.
Diana sampai kekosan miliknya dengan menggunakan taksi online.
Jangan tanya kenapa ia memilih tinggal di kosan dari pada apartemen, jawabnya ini tentang masalah uang sewa. Diana lebih memilih kosan yang lebih murah dibandingkan apartemen. Hanya itu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Produser Love (COMPLETE)
General Fiction#Bagaskara1 Rasa sakit terkhianati oleh orang yang berarti di dalam hidupnya. Membuat dia berfikir tidak akan pernah lagi mengenal cinta. Menutup semua perasaan yang mencoba masuk kedalam hatinya, hingga membuat hatinya tak ingin ada yang mengisiny...