Happy Reading^^
***
Tatapan mata tajam terus menyorot kearah wanita yang duduk di sofa. Alvaro menghela nafas dalam, ia tidak menyangka bahwa Mega akan berkunjung keapartmen ya. Bahkan terhitung wanita itu hampir setiap hari ke tempat tinggal Alvaro.
Semenjak Alvaro berjanji padanya bahwa ia akan membantu Mega untuk menemukan ayah dari bayinya, wanita itu terus datang dengan dalih meminta perkembangan pencarian yang Alvaro lakukan.
Mega menatap Alvaro sedih, tangannya tidak berhenti mengelus perutnya.
"Varo, aku pengin kita kemall. Aku ngidam.""Aku sibuk Mega, Mengertilah. Lagipula Diana akan salah paham soal ini," seru Alvaro. Ia benar-benar harus menahan kesabarannya didepan Mega.
Alvaro juga dibuat pusing oleh masalah Mega dan akhir-akhir ini hubungannya dengan Diana agak renggang akibat Alvaro yang sering bersama Mega.
"Varo hiks maaf, aku ngerepotin kamu hiks ta--tapi hiks..." Mega mulai menangis dan itu lagi-lagi membuat Alvaro tidak tega.
Alvaro berjalan dan duduk disamping wanita itu, diusapnya bahu Mega untuk menenangkannya.
"Kita akan ke mall, berhentilah menangis," ucap Alvaro langsung membuat Mega mendekapnya sambil bergumam terimakasih.
Alvaro refleks mengelus rambut Mega. Ia seperti terbuai oleh kenangan masa lalu, yang sulit Alvaro tampik bahwa masih ada sedikit rasa pada wanita didepannya itu. Bahkan Alvaro tidak tau bahwa sekarang kekasihnya tengah gelisah karena dirinya tidak bisa dihubungi.
"Lo kenapa sih, Na. Muka lo kaya resah gitu." Rani bersuara jengah saat Diana terus berdecak dan memasang wajah sedih.
Weekend, Diana memutuskan mengajak Rani bersamanya ke salahsatu cafe dan ia juga berniat menceritakan apa yang terjadi akhir-akhir ini dengannya.
"Pak Alvaro kemana ya, Ran. Nomornya nggak aktif," ucap Diana masih menggenggam ponselnya erat.
Uhuk
Rani tersedak oleh minumnya lalu menatap Diana miris. Ia berpikir apakah ia harus memberitahu kejadian saat menciduk Alvaro dengan wanita lain. Sungguh Rani tidak tega melihat saat membayangkan sahabatnya itu sedih, tapi apakah ada hubungannya antara Alvaro yang akhir-akhir Diana katakan menghindarinya dengan wanita hamil itu.
"Si-sibuk kali pak Alvaro," ujar Rani sambil menetralkan tenggorokannya yang sempat tersedak.
Diana berpikir sebentar, "iya ya, kan akhir-akhir ini pak Al ditunjuk untuk pegang perusahaan papanya."
"Nah, tuh tau. yaudah sih entar kalo nggak sibuk juga pasti nelpon lo kok." Rani mencoba menghibur Diana.
"Iya, thanks Ran. Udah mau dengerin curhatan gue," ucap Diana tersenyum manis.
"Elah, kaya sama siapa aja lo. Asal lo bayarin nih pesenan gue, gue udah seneng nggak ketulungan weheheh..."
"Uh dasar pecinta gratisan!" cibir Diana saat melihat Rani cengengesan.
"Yes, i am!"
***
Diana berdiri didepan gedung apartemen yang menjulang tinggi. Saat ini ia berniat keapartemen Alvaro untuk meminta penjelasan. Tadi saat hendak pulang, Rani berpesan agak Diana menemui pria itu dan menanyakan kabar ataupun alasan Alvaro tidak menghubunginya.Diana berjalan dengan senyumannya, semoga saja apa yang ia pikirkan akhir-akhir ini hanya perasaan resahnya saja. Saat Diana berjalan, alisnya mengerut, dia terhenti. Hanya untuk memastikan seseorang berdiri tak jauh didepannya. Diana terdiam saat orang itu berjalan kearahnya, ia bisa melihat senyuman lebar dari orang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Produser Love (COMPLETE)
General Fiction#Bagaskara1 Rasa sakit terkhianati oleh orang yang berarti di dalam hidupnya. Membuat dia berfikir tidak akan pernah lagi mengenal cinta. Menutup semua perasaan yang mencoba masuk kedalam hatinya, hingga membuat hatinya tak ingin ada yang mengisiny...