Gomen, ai baru selesai nugas.
Happy Reading^^
***
"Benarkah?" Alvaro mendekat,"Padahal saya berharap kamu cemburu, itu sangat manis."
Diana terdiam, ia menyerap ucapan terakhir Alvaro. Didorongnya keras dada pria itu hingga Alvaro menjauh darinya.
Segera Diana berlari agar terlepas dari Alvaro. Wajahnya terlihat merah antara malu dan marah, apalagi debaran jantungnya yang semakin menggila.
Alvaro melepas kepergian Diana, ia menghela nafas lega, sedikit tenang karena ia bisa menjelaskan bahwa kejadian diruangannya bersama Cherry hanya salah paham.
Diana berlari dan menoleh kebelakang, takut jika Alvaro akan mengejarnya padahal tidak.
Bruk
Oh shit! Berapa kali ia harus terbentur dengan benda padat. Untunglah ia bisa menyeimbangkan tubuhnya namun keningnya yang menjadi korban.
"Hati-hati kalo jalan dong!" rutuk Diana sambil mengelus keningnya.
Oke, siapa yang ditabrak sebenarnya?!
Orang dihadapannya mengernyit, bukankah perempuan didepannya inilah yang menabraknya karena ia menoleh kebelakang dan tidak memperhatikan orang didepannya. Lalu mengapa ia seakan-akan menjadi pelaku disini.
"Maafkan saya, tapi kamu duluan yang nabrak saya!" Diana mendongak menatap orang yang dihadapinya yang ternyata seorang pria.
'Cantik'
"Dimas Febrian Banubarta, kamu bisa panggil saya Dimas atau sayang juga tidak apa-apa." Dimas menyodorkan tangannya dengan seringan jahil terlihat pada parasnya yang rupawan.
Diana melihat tangan yang terulur didepannya, enggan membalas tangan pria aneh itu.
"Ah, tidak mau jabat tangan ya? Sayang sekali," ucap Dimas menjauhkan lengannya, "but, I know your name. you are Diana, right?" lanjutnya dengan menelisik Diana dari atas sampai bawah.
"Bagaimana anda tau?" tanya Diana mulai angkat bicara.
"Tentu saja papan namamu, sayang." Dimas menunjuk name tag yang berada di sebelah kanan seragam kerja Diana.
Ia terkekeh saat melihat raut wajah Diana yang masam.
"Boleh gue pake bahasa non-baku?"
"Kenapa tanya ke saya?"
Dimas mendesah pelan, "Oh come on! lidah gue emang udah biasa pake bahasa baku, but lama-lama gatel kalo pake bahasa itu mulu! Gaul dikit ngapa!"
"Terserah kamu saja!" Diana sebenarnya ingin berbicara biasa saja kepada laki-laki didepannya itu, namun melihat wajah Dimas yang masam membuat ia ingin bermain-main sedikit.
"Yaelah, lo ya. Nggak usah formal napa, cape gue! cukup pas syuting aja!" desis Dimas tak suka.
Diana tertawa pelan, cukup asik walau baru kenal. Tipe laki-laki humoris dan asik diajak bicara.
"Oke, maafin gue. Btw lo ada urusan disini?"
Dimas menepuk jidatnya saat ia teringat tujuannya kemari, bahkan ia melupakan manager dan asistennya yang ia tinggal untuk ketoilet tadi.
"Gue lupa Manager gue, aduh mampus dah!" gumamnya.
'Artis kah?' pikir Diana.
"Lo artis ya?"
Dimas melihat Diana lalu menaikan alisnya, "Lo nggak tau gue siapa?"
Diana menggeleng polos. "Dari agensi mana emang?"
Dimas terkejut karena Diana tidak menyadari bahwa dirinya pablik figur, bahkan orang yang lewat bisa tau Dimas Febrian Banubarta, namun kenapa perempuan didepannya nampak biasa saja bertemu dengannya.
Kalau perempuan lain mungkin akan berteriak histeris atau bahkan pingsan.
"Yampun dirumah lo nggak ada televisi ya? lo nggak kenal dengan Mr, tampan Banubarta king of acting? oh god, lo bener-bener kudet abis!" seru Dimas dengan dramatis.
Diana semakin bingung, benarkan ia kudet karena tidak tau orang didepannya ini.
"Ya mana gue tau! Gue kan ..."
"Oh Astaga itu dia tuan Dimas!"
"Syukurlah, akhirnya ketemu!"
Diana terdiam saat beberapa orang mendekat kearahnya lebih tepatnya kearah Dimas. Sepertinya benar Dimas adalah seorang artis. Dilihat dari beberapa orang yang yang membawa tas-tas besar, dan tak lupa raut wajah pucat mereka. Diana juga lihat salah satu crew juga memasang wajah khawatir.
"Dimas, jangan menghilang. Lo tau manager cariin lo!" Seorang pria dengan postur kurus dan memakai kacamata menegur dengan nada kesal.
Orang yang diajak bicara malah santai bahkan terkesan mengabaikan omongan pria yang merangkap menjadi asistennya itu.
"Diem elah, gue cuman jalan-jalan bentar doang, eh ditengah jalan ketemu bidadari," kata Dimas sambil menatap Diana dengan tatapan sulit diartikan.
"Bidadari? nggak usah aneh-aneh deh lo. Ayo cepetan kita udah terlambat. Manager udah nelponin gue mulu ini!" Aziz- si pria berkacamata itu berbicara dengan wajah frustasi.
Bagaimana tidak. Manager mereka terus menelpon agar membawa Dimas keruang meeting sesegera mungkin. Jika tidak, maka tamatlah sudah pekerjaannya sebagai asisten artis Dimas.
Diana mendekat kearah crew perempuan yang tadi sempat berwajah sangat khawatir.
"Artis untuk program apa?" tanyanya.Perempuan itu menoleh kearah Diana lalu terseyum, "Salah satu variety show, mbak."
Diana beroh ria. Ia mengalihkan pandangan pada dua orang dihadapannya yang masih saja berdebat. Ia mulai jengah melihatnya, kemudian mencoba pergi dari sana.
"Etts tunggu!" Dimas menggenggam tangan Diana yang langsung ditepis olehnya.
"Santai mbak," kekeh Dimas.
"hari ini pertemuan pertama kita, dan gue pastiin pertemuan kedua kita gue nggak akan lepasin lo. Dan gue anggap kita jodoh."Diana melotot mendengar ucapan Dimas yang blak-balakan bahkan ia menghiraukan beberapa orang dibelakangnya yang menatap mereka dengan rasa ingin tau yang tinggi.
"Dalam mimpi lo!" Diana meninggalkan Dimas dengan kesal. Tak cukupkah Alvaro yang membuatnya kesal tadi, dan sekarang harus ditambah dengan manusia kepedean yang baru saja bertemu dengannya.
Oh god! Hari yang sial baginya!
Dimas tertawa pelan, "Cukup menarik. Agak gila seperti dia."
***
TBCPendek sekaleee
Brbs, 15 Des 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Produser Love (COMPLETE)
General Fiction#Bagaskara1 Rasa sakit terkhianati oleh orang yang berarti di dalam hidupnya. Membuat dia berfikir tidak akan pernah lagi mengenal cinta. Menutup semua perasaan yang mencoba masuk kedalam hatinya, hingga membuat hatinya tak ingin ada yang mengisiny...