CPL 35

10.9K 619 6
                                    

Happy Reading^^

***

"Ini gimana nih, Si Diana Video call!" Rani seketika panik saat ponsel miliknya terus berbunyi.

"Minta Diana buat telpon aja jangan video call." Rizky buka suara. Pria itu nampak biasa saja.

"Eh iya kenapa nggak kepikiran, ya," ucap Rani heran.

"Otak lo kan nggak ada isinya," gumam Rizky dan untung saja Rani tak mendengarnya.

Rizky menunggu Rani yang tengah berbicara lewat telpon. Matanya memicing terus menatap dua orang sedari tadi membuatnya marah. Bisa ia lihat keduanya berdiri dan meninggalkan cafe.

Mendengus kesal, hal negatif tentang Alvaro merasuki pikiranya. Sekarang Rizky ragu untuk melepaskan Diana, bagaimana bisa Alvaro dengan tenangnya bersama wanita lain, Sedangkan Alvaro sudah bersetatus sebagai kekasih Diana.

Tekat Rizky yang semula padam mulai mencuat kembali, ia akan bersaing dengan Alvaro untuk mendapatkan Diana kembali dan membuat perempuan itu bahagia.

Maaf pak Alvaro, gue mulai ragu lo bisa jagain hati Diana.

***

Diana menghembuskan nafasnya kesal. Ia baru saja berbicara dengan Rani. Perempuan itu kesal karena Rani dan Rizky tidak mengajaknya pulang bersama.

Dan sekarang siapa yang harus ia salahkan, kerjaan yang Rian berikan membuatnya harus pulang paling akhir dari timnya.

Bahkan ia lupa menghubungi Alvaro karena ponsel miliknya yang sengaja ia matikan. Benaknya sudah menduga Alvaro pasti mencarinya, dan benar saja saat ponsel miliknya diaktifkan bisa Diana lihat panggilan dan pesan spam dari kekasihnya itu.

Menghela nafas untuk kesekian kalinya, Diana berniat untuk bertemu Alvaro diapartmenen prianya.

"Naik gojek aja kali ya," gumam Diana dan mulai memesan ojek.

Diana sampai apartment Alvaro sekitar lima belas menit, ia tadi mampir ketempat kue terlebih dahulu. Ya hitung-hitung sebagai permintaan maafnya kepada Alvaro.

Memencet angka 28 dilift, Diana membayangkan raut muka Alvaro yang mungkin akan  terkejut karena kedatangannya. Tetapi, apakah Alvaro sudah pulang kerja? Diana seketika merutuki kebodohannya karena tidak menanyakan terlebih dahulu apakah pria itu ada diapartmentnya atau masih berada di kantor.

Diana sampai di pintu apartemen Alvaro, ia menekan bel untuk memastikan keberadaan Alvaro, tapi tidak aja sautan. Berarti Alvaro mungkin masih di kantor.

"Bego ih. Kalo kaya gini harus nunggu orangnya dateng," rutuk Diana yang akhirnya berdiri didepan pintu Alvaro.

Diana menunggu sambil memainkan kakinya. Mungkin sudah beberapa menit ia berdiri disana sampai sebuah suara mengintruksinya.

"Diana?" Diana menoleh kebelakang, ia melihat orang yang sejak tadi ditunggunya. Senyuman dibibirnya terbit saat Alvaro berjalan kearahnya dan memeluknya erat.

"Maaf," gumam Diana membalas pelukan Alvaro.

"Aku khawatir, kenapa ponsel kamu mati, hm?" tanya Alvaro setelah melepaskan pelukan mereka.

Diana menyengir kuda, "Ponselnya aku matin, soalnya lagi meeting sama tamunya pak Teguh. Eh pas mau aku aktifin lagi mas Rian minta aku buat edit naskah, ya udah jadi nggak ada kesempatan buat pegang ponselku," jelas Diana pajang lebar.

Alvaro mengangguk lalu mencubit hidung gadisnya gemas, "Lain kali hubungan aku, biar nggak buat aku khawatir lagi, oke."

"Siap pak bos!"

Cold Produser Love (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang