CPL 39

12.6K 703 8
                                    

Terimakasih atas dukungannya
ʕっ•ᴥ•ʔっ

Happy Reading^^

***

Sudah umum jika mendengar kata penyesalan datang diakhir. Seperti mantra bagi mereka yang tidak berpikir lebih dalam tentang sebuah keputusan yang akhirnya seperti bumerang.

Rasa hampa menghinggapi direlung hati  Alvaro dibarengi rasa penyesalan amat dalam saat ia diam saja melihat Diana pergi darinya. Alvaro menyesali apa yang ia lakukan hingga merusak kepercayaan dari kekasihnya itu.

Alvaro mengakui bahwa ia bersalah, tetapi apakah Diana harus menghukumnya dengan cara seperti ini. Dia tidak bisa, sungguh ini menyakitkan bagi Alvaro. Sejak kepergian Diana, Alvaro benar-benar kacau, pekerjaannya bahkan ia abaikan, waktunya banyak di habiskan di club. Hanya untuk minum.

Rian dan Samudra yang selalu ada di samping Alvaro bahkan tidak bisa melakukan apa-apa. Keduanya  hanya diam, percuma jika Alvaro ditegur oleh mereka karena pasti akan diabaikan oleh pria itu.

Akan tetapi berbeda saat semalam Alvaro dikejutkan oleh kedatangan pemilik sah Bagaskara IT, Erlangga Bagaskara, ayahnya sendiri. Pria paruh baya yang sialnya masih saja tampan diusianya yang sudah memasuki kepala enam itu, menyeret paksa anak pertamanya keluar dari club, setelah memberikan pukulan  satu kali guna menyadarkan Alvaro.

Bagaikan anak remaja yang ketahuan berbuat nakal, Alvaro hanya bisa diam saat Ayahnya membawanya ke mension yang langsung disambut oleh nyonya Bagaskara dan kedua adiknya.

Alvaro menatap kosong ke depan, tubuhnya bersender pada kepala ranjang kamar miliknya dimension keluarganya.

"Oit, Abangku. Ngelamun terus, kerasukan baru nyaho." Alvaro mengalihkan pandanganya pada seorang gadis yang berdiri di pintu kamarnya dengan wajah tengil yang melekat padanya.

Audrey berjalan kearah Alvaro, gadis berumur dua puluh dua tahun itu duduk di samping kakaknya.

"Sakit nggak kak, pas dipukul pake tangan Papa yang kaya besi itu?" Audrey bertanya dengan seringai jahilnya.

Alvaro mendengus, adik perempuannya yang satu ini benar-benar membuatnya ingin sekali mengatakan pada semua orang  bahwa Audrey bukanlah adalah adik kandungnya.

"Mama, mana?" Alvaro lebih memilih tidak menggubris pertanyaan Audrey dan malah menanyakan Ibunya.

"Mama dibawah lagi masak.
Situ putus cinta gini amat ya, kak. Ampe kaya orang kagak waras." Audrey menatap kakaknya dengan khawatir. Jujur saja sekurang sopannya dia kepada kakak pertamanya itu, Audrey tetap   mencemaskan Alvaro.

Audrey juga sempat terkejut saat Ayah mereka menyeret Alvaro keluar dari mobil. Audrey bahkan bisa melihat Ayahnya itu marah besar pada kakaknya itu.

"Hm."

Audrey mencibir pelan kala Alvaro malah mengabaikannya kata-katanya.
"Kalau Audrey boleh ngom---"

"Itu udah ngomong," potong Alvaro tanpa rasa bersalah.

"Ih kakak, Audrey serius! jangan potong ucapan aku dong!" seru Audrey menatap kesal Alvaro.

"Lanjutkan."

Audrey kembali dengan raut wajah terkesan seriusnya, "Audrey cuman mau ngomong, semua masalah yang kakak alami saat ini adalah ujian seberapa besar Kak Al bisa melaluinya," katanya.

Alvaro menatapnya tak mengerti.

"Maksud Audrey disini adalah semua masalah yang kakak hadapi itu adalah bagian dari ranjau yang perlu kakak hadapi. Audrey memang nggak terlalu paham tetang percintaan.  Audrey bisa tau kalau  kakak sangat mencintai perempuan yang saat ini berstatus pacar kakak, tapi Audrey juga melihat kak Al masih memiliki rasa pada masa lalu kakak. Ibaratnya tuh kakak belum keluar dari labirin---"

Cold Produser Love (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang