CPL 28

10.9K 702 1
                                    

Lanjut aja lah.

Happy Reading ^^

***

Diana terus berjalan menuju ruangannya dengan memegang pipinya. Pipinya memanas saat mengingat perlakuan Alvaro. Dirinya akui akhir-akhir ini jantungnya benar-benar tidak sehat jika bersentuhan dengan Alvaro.

'Apa iya gue juga suka sama pak Al?' batin Diana berucap.

"Aish gue udah kaya anak remaja aja! Ish inget umur, Na!" rutuk Diana sambil memukul kepalanya.

Untung saja tadi ia berjalan terlebih dahulu dari Alvaro setelah sampai kantor, kalau tidak! Sudah pasti kantor akan terguncang karena ia bisa berangkat bersama produser nomor satu di gedung ini.

Langkah Diana terhenti seketika saat matanya menangkap silet orang yang berdiri tepat didepannya dengan memegang ponsel ditelinganya. Mata Diana melotot saat ia mengetahui siapa orang itu.

Melangkah pelan kebelakang berniat kabur saat dirasa orang itu tak melihatnya karena posisi badan yang membelakangi.

"Gawat, kenapa tuh artis bego disini!" Diana sudah berhasil menjauh lalu bersiap untuk lari. Ia benar-benar tak ingin berurusan dengan orang itu, apapun alasannya apalagi setelah serangkaian pesan pantun yang membuatnya kesal.

"Selamat pagi my honey Diana tercintah!"

Diana tersentak kaget saat mendengar sapaan dibelakang telinganya. Menoleh sedikit lalu mendesis saat melihat orang yang dihindarinya malah tersenyum lebar kepadanya.

Diana tersenyum terpaksa.
"Pagi, Sedang apa anda disini?"

Dimas tersenyum manis. Ternyata usahanya tidak sia-sia, bahkan ia membatalkan syuting demi bertemu perempuan yang membuatnya tertarik.

"Gue sekarang kerja disini. Lo tau kan, gue membintangi sinetron yang kejar tayang. Dan bom! gue akan sering bertemu sama lo," jawab Dimas dengan menaik turunkan alisnya.

Diana mengangguk saja, ia tak peduli Dimas bekerja digedung yang sama dengannya yang penting ia tidak menangani program yang diikuti Dimas.

"Ets... Tunggu dulu, lo sudah sarapan?"

Diana menaikan alisnya,
"Sudah, Pak Dimas."

Dimas mendengus saat mendengar Diana memanggilnya bapak. Memang ia bapak Diana apa!

"Panggil aja mas Dimas, gue kan buka bapak lo!"

Diana mengangguk. Ia kembali berjalan namun lengan Dimas menjegatnya.

"Nanti makan siang sama gue, ya?"

"Gue nggak bisa, mas," tolak halus Diana melepas lengannya.

"Bisa dong, harus! Kan bentar doang. Lagian di gedung sebelah makannya nggak jauh, jadi bisa ya?!"

Diana mendesah pasrah, ia mengangguk  cepat selesai. Bertemu dengan Dimas membuat kepalanya pusing.

"Bagus! Sampai jumpa jam makan siang, dadah." Diana mengabaikan kelakuan Dimas yang sekarang melambaikan tangan terlalu semangat dan lihat hasilnya karyawan yang kebetulan lewat dilorong itu mendapatkan asupan senyum pagi dari Dimas.

Dimas tersenyum hingga giginya terlihat. "Sedikit mirip tapi berbeda."

***

"Diana dipanggil pak Produser!"

"Ngapain?" Pertanyaan itu bukan dilontarkan oleh orang bersangkutan tapi rekannya yang duduk disebelah Diana.

Cold Produser Love (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang