Happy Reading^^
***
"Di, kenapa?" tepukan pelan pada bahu Diana membuatnya tersentak lalu menoleh kearah seseorang sampingnya.
Diana tersenyum kecil lalu menggeleng pelan, "Nggak apa-apa," jawabannya. "Pemandangannya bagus ya, Nan. Udah lama gue nggak kesini."
Kennan yang semula bingung dengan perempuan sampingnya karena setelah ia mengajak Diana jalan-jalan perempuan itu nampak banyak diam dan melamun.
"Iya, aku juga udah jarang kesini. Tapi entah kenapa aku pengin kesini lagi, ya hitung-hitung mengenang jaman pas kita SMA," jawab Kennan.
Ia dan Diana sekarang berada di warung dekat sekolah mereka dulu, Diana bahkan ingat saat SMA ia sering jajan di warung itu.
Namun sekarang bukan lagi seperti dulu, jika dulu ia biasa dilayani oleh wanita tua bernama Bu Tini, sekarang warung tersebut perpindah ke anak perempuannya yang bernama Tina. Bahkan bisa Diana lihat perubahan warung yang dulu dan sekarang sangat berbeda, tapi masih dengan menu yang sama yaitu menyajikan gorengan dan lauk pauk.
"Silahkan Mas, Mbak." Seorang wanita paruh baya meletakan sepiring gorengan beserta medang jahe dimeja mereka.
Diana dan Kennan tersenyum, mengucapkan terimakasih pada buk Tini.
"Abis ini mau kemana?" tanya Kennan sambil menyeruput wedang jahe.
"Pulang aja gimana?"
"Masa pulang, kita alun-alun dulu mau?. Rame loh disana, yakin nggak mau liat," ajak Kennan sambil menaik turunkan alisnya.
Diana berdecak, "Iya deh serah lo aja. Gue mah ngikut."
"Sip, mantap!"
***
"Rame banget disini, Nan," kata Diana sambil berdecak kagum.
"Iyalah, rame. Namanya juga alun-alun. Kamu itu gimana sih, Di." Kennan tertawa, tangannya mengacak gemas rambut Diana hingga perempuan itu tersentak kaget.
"Eh." Diana yang kaget langsung tersadar dan menjauhkan kepalanya dari tangan Kennan.
"Sorry, Di. Refleks."
Diana tersenyum tipis lalu mengangguk, "Santai aja."
Beberapa menit keadaan menjadi canggung. Sampai Kennan berkata pada Diana bahwa akan mengajaknya berkeliling alun-alun.
Mereka berjalan-jalan cukup lama. Selama mereka dialun-alun, mata Kennan sering mencuri pandang pada sosok disampingnya. Jujur saja, sudah lama ia tidak merasakan debaran yang membuatnya tak nyaman ini.
Kedua tangannya mengepal saat mencoba mengendalikan dirinya sendiri.
"Nan, lo nggak apa-apa?" Diana yang melihat Kennan tampak gusar langsung bertanya dengan dahi mengernyit.
Kennan menggeleng mencoba tersenyum kearah Diana. Pria itu berhenti berjalan dan menghadap Diana yang juga menghentikan langkahnya.
"Kenapa?"
Menarik nafas dan menghembuskannya, Kennan meyakinkan hatinya dengan tindakan yang dirinya akan lakukan ini.
"Di," panggilnya pada Diana lalu tanpa izin menggenggam kedua tangan perempuan itu erat.
"Mungkin ini terlalu cepat bagi kamu, tapi untukku enggak. Perasaan ini udah lama aku pendam sejak kita SMA. Saat aku ingin mengatakannya aku takut kamu bakal nolak dan berakhir canggung," kata Kennan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Produser Love (COMPLETE)
General Fiction#Bagaskara1 Rasa sakit terkhianati oleh orang yang berarti di dalam hidupnya. Membuat dia berfikir tidak akan pernah lagi mengenal cinta. Menutup semua perasaan yang mencoba masuk kedalam hatinya, hingga membuat hatinya tak ingin ada yang mengisiny...