27. New life.

210 29 7
                                    

Terduga atau tidak, anak yang selalu ditolak keberadaannya kini sudah benar-benar menjadi sosok remaja yang tampan, bahkan sudah sedikit membuktikan bakat terpendamnya.

"Lui?" panggilan khas seorang Lintang.

"Di-sini." sahutnya.

Anak itu masih diam memandang dirinya dari pantulan cermin didalam kamarnya.

"Di mana sih?" kesal Lintang.

"Di-ka-mar," katanya lagi.

Jika kalian tahu, si terbata itu sudah mulai belajar untuk berbicara lancar, meski sepatah dua patah kata, yang ia bisa, tapi itu merupakan suatu kemajuan yang cukup membanggakan.

Tiga tahun lamanya ia berusaha untuk menjadi dirinya sendiri, tak perlu lagi merasakan sebagai bayangan orang lain, lagi pula kakaknya Eros kini sudah kembali ke Indonesia, dia memiliki sebuah galeri seni sendiri yang selalu di adakan di salah satu musium ternama, di Jakarta. Sedangkan Fahira, ia tetap memanjadi sosok yang angkuh, dia adalah orang yang sejak 3 tahun lalu pergi tanpa pamit. Sementara Fernan, Ayah  3 orang anak itu, kini mulai memahami sisi lain dari putra bungsunya, putra yang sempat ia sia-sia,kan selama setahun lebih  setelah kejadian itu.

Semuanya telah berubah, semuanya telah menjadi sebuah memori, meski sedikit kenangan manis, tapi Luiz sadar, hidup itu tak selalu indah, hidup itu tak selamanya bisa bahagia, hidup itu butuh perjuangan.

Jika bahagia diukur dari suatu film yang manis dan berakhir bahagia, itu bukan sebuah hidup, karena itu merupakan suatu patokan kebahagian yang semua orang jarang mendapatkannya..

"Nah, kan. Lagi ngepain?" tegur Lintang, anak remaja itu telah menemukan sepupunya. Ia melihat sepupunya sudah rapi dan  terlihat lebih berwarna.

"La-tihan." jawabnya, Lintang mengangguk, kedua remaja itu saling memandang dirinya di depan cermin.

"Lui? Kamu sekarang sudah mejadi remaja yang menawan dan tampan, apakah kamu tidak memiliki suatu keinginan?" pertanyaan yang muncul  dari bibir mungil Lintang.

"Ke-ingi-nan? Apa a-ku, pun-ya?" sahutnya, Lintang mengangguk mereka saling berhadapan. Lalu Lintang memegang kedua bahu sepupunya sambil tersenyum.

"Punya, keinginan yang selalu muncul di malam hati ketika menjelang tidur, apa kamu lupa ?" kata Lintang, Luiz mengerutkan keningnya. Anak itu menatap Lintang, mencoba untuk mengingat apa yang telah ia lupakan.

"Ayolah, jangan jadi remaja pikun yang membuatku gemas." kata Lintang,  Luiz diam, matanya membulat, lalu tersenyum.

"Sudah ingat?" kata Lintang antusias, Luiz yang sekarang bukanlah Luiz yang penakut seperti dulu, dia menggeleng sebagai jawabannya.

"Apa? Kamu lupa ? Awas yah!" pekik Lintang, anak itu mendorong Luiz dan menjatuhkan tubuhmya ke atas kasur, di sana lah mereka tertawa lepas. Tawa yang hilang selama bertahun-betahun.
Lintang menaruh sebelah tangannya di atas tubuh Luiz, dan sebelahnya lagi ia gunakan untuk menopang kepalanya.

 Lintang menaruh sebelah tangannya di atas tubuh Luiz, dan sebelahnya lagi ia gunakan untuk menopang kepalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MY IDIOT LITTLE BROTHER ✔[Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang