49. Pergi.

457 26 8
                                    

Halo, mau info aja, part ini sedikit meresahkan mungkin, tapi aku saranin supaya siapin tisu. Jangan vote dulu sebelum baca sampai habis.

. . .

Part ini di persembahkan oleh
Setia Band(ST12)- Saat Terahir.

Semoga menghibur. Terima kasih. 🥀

. .

.
.

Beberapa waktu lalu ia telah berpesan bahwa, tidak ada yang berani mengambil sosok baik darinya. Tapi sekarang dia telah mengatakan bahwa ia sudah letih bersandiwara.

Mungkin ia telah menyakinkan dirinya kalau ia benar-benar lelah. Dia memilih melupakan semuanya dan menutup mata untuk selamanya. Tidak ada waktu yang banyak untuk bisa bicara padanya, denyut itu berhenti berdetak, matanya berhenti untuk melihat cahaya dunia, tangannya lelah untuk menggenggam sudara yang sampai kapanpun tak akan pernah tergenggam. Bagai air mengalir deras di sungai, bagai awan putih yang berubah gelap. Kini dia sudah redup.

Redup untuk selamanya, selama yang dia inginkan. Sudah tidak merasakan cemooh, sudah tidak merasakan penderitaan karena tak diharapkan kehadirannya. Semua itu hanya butuh waktu satu jam. Atau memang tidak ada waktu yang lebih lama dari waktu yang sudah di tentukan?

Merelakan dan melupakan adalah dua kata yang saling berkaitan. Keduanya memiliki makna yang serupa. Sama-sama sulit untuk di terima kenyataannya.

"Aku tidak pernah berhenti menangis sampai seperti ini , dia berbohong padaku, kalau dia akn bangun. Dustamu begitu banyak padaku." ucapan lirih yang  tak pernah bisa terlupakan oleh Eros. Tubuh itu selalu di peluknya erat.

"Aku memiliki impian besar agar cerita ini tidak akan pernah berakhir, tapi kenapa Tuhan merenggutnya? Kenapa Tuhan membiarkan luka lama kembali lagi?" tambahnya.

"Kalian semua jahat! Kalian semua egois! Sampai kapan kalian akan berhenti dari sandiwara bodoh ini?" perkataannya benar-benar menusuk, menatap lurus pada sosok gadis yang duduk dikursi roda, matanya bengkak  menatap sosok yang terbujur kaku diatas brankar.

"Lin udah." kata Eros, memnenangkan Lintang yang masih belum meneria kalau sosok itu telah tiada.

Baru beberapa waktu yang lalu, itu pun sangat berarti, pesannya hanya sebentar lalu pergi.

"Lin gak peduli. Lin benci dia, dia berbohong!" sarkasnya, deras air matanya yang ia tumpahkan sejak ia sadar bahwa semua ocehannya tak pernah dijawab.

"Kamu yang melakukannya dia yang menderita, kalian yang berbuat dia yang harus menerimanya. Kalian egois. Terutama kamu?!" katanya, lalu menunjuk tajam kearah Fahira. Gadis itu terkejut ketika namanya di serukan, matanya membelalak, tak lama mata itu juga sendu dan memnunduk, gadis itu meremat jarinya.

"Kamu yang selalu melontarkan kata-kata jahatmu, kamu yang pura-pura tidak peduli di depannya, kamu juga yang membiarkannya terluka. Aku tahu semua itu! Aku tahu semua itu! Lintang kecewa dengan kalian semua. Keluarga macam apa kalian, astaga." ucapnya lirih, tubuhnya lemas, kakinya sudah tak bisa ia tahan lagi, Lintang menjatuhkan tubuhnya begitu saja.  Eros yang menahannya sekali pun ikut terduduk.

"Lin, udah sabar. Tahan Emosi kamu." kata Eros menenangkan.

"Lepasin Lintang! Aku hanya butuh bahu yang mau menerima air mataku, bukan kata-kata yang menyakiti perasaanku." bantahnya.

"Lin, dengerin, di dalam sana dia sedang berjuang, dia sedang di periksa. Dia masih bernapas. Tenanglah." ucap Eros pelan.

Lintang pun menatap Eros sejenak. "Bernapas? Bernapas bagaimana lagi?" tanyanya dingin.

MY IDIOT LITTLE BROTHER ✔[Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang