Semua orang berhak bahagia, meski jalan yang di tempuhnya rumit.
. . . . .. .
Hari jumat ini, adalah jumat yang spesial, Eros pulang dengan cepat, begitu juga dengan Fernan. Sedangkan Fahira, gadis itu sedang ada kegiatan di sekolahnya.
Meski memiliki 3 orang buah hati, Meri dan Fernan, tidak pernah membedakan siapa yang tua dan siapa yang muda. Semuanya sama, jika ada yang salah ya harus di tegur, kan? Kalau ada yang iri, bukan salah orang tuanya, tapi anak itu yang dengan sendirinya ingin memisahkan diri. Berbicara kasar dan tidak sopan. Bukan karena tidak di ajarkan dengan baik, tapi memang memaksa seseorang untuk mengikyti perintahnya itu juga tidak baik.
Berusaha selembut mungkin, tapi jangan terlalu lembut, bahkan akan membuat anak itu senditi bersikap kurang ajar. Tegas boleh, kasar jangan.
Fernan memilih menjadi soaok Ayah yang tegas, bukan hanya kepada Fahira saja, Eros juga sama ia perlakukan demikian. Kasih sayang seorang ayah dan ibu itu tidak ada yang tidak adil, semuanya adil. Hanya saja, anaknya kurang memahami sedikit tentang itu.
Meri mungkin salah, begitu juga dengan Fernan, tapi mereka mencoba dan terus berusaha, mendidik anak-anaknya menjadi pribadi yang dewasa dan mengerti. Bukan hal yang mudah, untuk menjadi orang tua itu, juga perlu belajar.
Belajar sabar, belajar ikhlas, belajar agar sikap buruk orang tuanya tidak di ikuti atau di tiru, itu sangat sulit. Mungkin ada orang tua yang bersikap seperti remaja, ada juga yang terlalu cuek atau angkuh. Semua orang memiliki jalannya masing-masing untuk menjadi orang tua dan anak sekaligus teman yang baik untuk buah hatinya.
"Bun, di luar ada apa sih? Kok rame banget?" ucapan Eros yang baru saja sampai di rumah, ia menemukan sosok Bundanya yang tengah duduk berdua bersama adiknya.
"Itu ada tetangga baru." jawab Meri. Eros mengangguk, ia menoleh ke sebuah kertas gambar yang aedang di pegang oleh oleh adiknya.
Dia pun ikut duduk di aebelahnya, sofa sedang yang cukup untuk di dusuk-ki 3 orang.
"Wah bagus, buat siapa Lui?" tanya Eros, jangan harap anak itu akan cepat menoleh. Eros akan sabar menunggu, jika memang anak itu berniat untuk menjawabnya. Srlang beberapa menit dari pertanyaan Eros, barulah Luiz menoleh.
"Ka-k, Er-os," balasnya terbata. Eros mengacak rambut hitam lebat Luiz.
"Okey, makasih Luiz, iya Kakak tadi beli cat air buat kamu, mau?" tawar Eros, dengan sekantung plastik yang sudah ia keluarkan isinya. Luiz membelalak, matanya berbinar. Hanya itu ekspresi yang di tunjukan Luiz.
"Ma-ka-sih, Ka-k, Er-," ucapannya terhenti, lagi-lagi air matanya jatuh. Dia menangis, batinnya meronta, rasanya ingin menjambak rambutnya sendiri. Mata pandanya sendu, tangannya terhenti, ia runtuh lagi.
"Hei, ada apa?" sahut Eros. Luiz diam, air matanya terus menerus menetes, hingga kertas putih yang baru tercoret sebuah pensil itu pun basah.
Eros benar-benat tidak tega melihat adiknya menangis, sama seperti dia melihat Fahira kecil saat jatuh di pekarangan rumah.
"Kak Eros tiupin, Fahira ngga boleh sedih, okey?" ucap Eros, saat itu. Fahira terus menangis, lukanya memang tidak begitu parah, tapi rasa perih itu selalu menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY IDIOT LITTLE BROTHER ✔[Proses Revisi]
Fiksi UmumJika penyesalan datang hanya di akhir, lalu untuk apa menyempurnakan maaf, jika terus di hantui dengan rasa bersalah. ~Fahira Aveza Fernando~ Dunia baru untuk Veza, dan dunia yang rumit untuk seorang Luiz Fernando, dengan keterbatasannya, dia menjad...