Dua hari telah berlalu, setelah kejadian yang menyesakan dada dan pikiran, kini menjadi sebuah peringatan penting yang harus membuat Eros terus menyendiri didalam pikiran, yang masih belum percaya dengan ucapan ayahnya, yang sudah genap sebulan setelah kepergian Bundanya. Entah akan mendeskripsikannya seperti apalagi, karena dirinya masih shok dengan kenyataan yang ada. Apalagi dengan penuturan Fahira yang membuatnya semakin kesal, belum lagi melihat keadaan Luiz yang malah menjadi sosok yang tertekan. Belum lagi dengan Lintang yang harus menyaksikannya sendiri, meski anak itu terbilang kuat, tetap saja ada rasa terkejut didalam hatinya.
Lintang kesal apalagi untuk saat ini, Lintang memerintah dirinya untuk tidak dekat ataupun mengobrol dengan Eros ataupun Fahira, apalagi dengan Fernan Omnya sendiri.
"Ngga adil banget sih,cuma gara-gara begitu doang,masa iya harus banget di rahasiakan? Ih dasar Om Anton, Egois." gerutu Lintang, yang sejak tadi hanya modar-mandir di depan Luiz, yang masih saja diam.
"Sungguh menyebalkan,Lui, kita harus beri pelajaran. Tahu ngga sih, Kak Fah juga sempat menampar Lin, lihat, kau malah berdiam diri di sini seperti patung, astaga." gerutu Lintang, anak itu sudah bolos 3 kali tidak masuk sekolah, seperti hari ini. Dia memilih meliburkan diri, dari pada harua masuk sekolah dan menemui guru kiler yang membosan,kan menurutnya.
"Ok,ok,ok, katakan apa yang meresahkan pikiran mu? Jangan begini dong, hello!" gemas Lintang, anak itu masih tetap diam. Dia juga menunduk, entah apa yang sedang di pikirkannya, tapi meski pun begitu, tak membuat Lintang menyerah dia terus berusaha agar sepupunya kembali bersuara.
"Lui? Dance ?" seru Lintang, Luiz menggeleng.
'Bos-an." balasnya, dia pun memilih untuk beranjak dan berjalan ke arah jendela kamarnya, menatap keluar, melihat orang-orang yang berlalu lalang dibalik pagar rumahnya.
"Kar-el." gumam Luiz pelan. Lintang yang sempat mendengarnya langsung menyahut begitu saja. " Bilang apa tadi?" tanyanya.
"Ram-ai." jawabnya asal, ia sadar kalau Lintang telah mendengar gumamannya meski pelan, ia pun mengelaknya.
"Oo.. Oke," katanya, lalu merebahkan tubuhnya diatas yempat tidur abu milik Luiz. Luiz melihatnya sebentar lalu kembali mengalihkan pandangannya.
"Lui, lakukanlah apa yang selalu membuatmu senang, jangan seperti orang menyebalkan begitu, membuatku bosan melihatnya." celotehnya. Luiz berbalik, anak itu memiringkan kepalanya, melihat Lintang.
"Apa lihat-lihat? Tampan, kan ? Oh jelas, aku menggemaskan." akunya percaya diri, dengan sunggingan senyum mengejek, Luiz pun melangkah menuju meja belajarnya, yang ada di sisi sebelah tempat tidut lainnya. Dia menarik kursi belajarnya dan duduj dengan tenang, dibukanya buku gambar yang selalu ada di atas meja belajarnya beserta pensil dan alat tulis lainnya, yang tertata rapi didepannya. Dengan bingkai foto berukuran kecil yang ada di sebelah susunan bulu rapi disna. Terlihat foto Lintang dan Luiz ketika masih kecil.
Luiz menatao foto itu, lalu ia mulai melakukan kegiatan yang menyenangkannya, senyumnya tak ia rasakan, telah membuat Lintag yang melihat Luiz tersenyun. Mata mereka sama-sama menyipit.
"Lui?" panggil Lintang, Luiz menoleh sebentar, lalu Luiz menjawabnya, tanpa mengalihkan pandangannya dari gambar yang sedang ia buat.
"Ap-a? Aku sib-uk." katanya, membuat Lintang geram dan gemas, anak itu pun bangun, kemudian duduk bersila sambil beraedekat dada, wajahnya yang sudah ia buat-buat semarah mungkin, terus menerus mengganggu.
"Shuut Lui!" katanya, sahutannya bahkan hanya di tanggapi, gelengan kepala oleh Luiz.
"Shuut Lui! Jangan abaikan Lin seperti para wanita itu!" celetuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY IDIOT LITTLE BROTHER ✔[Proses Revisi]
General FictionJika penyesalan datang hanya di akhir, lalu untuk apa menyempurnakan maaf, jika terus di hantui dengan rasa bersalah. ~Fahira Aveza Fernando~ Dunia baru untuk Veza, dan dunia yang rumit untuk seorang Luiz Fernando, dengan keterbatasannya, dia menjad...