"Bunda?" panggil Eros, anak itu sudah bersandar dibahu Meri.
"Ada apa Er?" tanya Meri, wanita itu mengusap lembut rambut lebat putra sulungnya.
"Besok Eros harus kembali, jadi Eros ngga bisa lama di sini dan nanti malam Eros harus sudah ke bandara." katanya.
"Kamu ngga mau ketemu Fahira dulu?" tanya Meri.
"Aku udah telepon dia, kita ketemu di bandara, Bunda dan Ayah ikut ya," katanya, lalu ia bangkit sambil menatap lekat wajah Bundanya.
"Iya, Bunda akan antar kamu bersama Ayah juga Luiz." jawab Meri.
"Iya Bun," balas Eros, lalu anak itu beranjak dari duduknya.
"Aku mau ketemu Luiz dulu." putusnya.
Meri mengangguk, lalu Eros pergi meninggalkannya. Sementara Luiz, anak itu sedang asik dalam imajinasinya, dia berdiri di depan cermin sambil menatap pantulan dirinya di sana.
"Bunda yang cantik, aku ini tampan, apa bisa aku berjalan bersama Bunda dan Kakak Fah bersamaan?"
Batin yang selama ini, ia simpan dan rasa keinginan yang selalu menjadi harapan. Bukan hal yang mudah untuk Luiz, belajar memahami semua hal yang ia sulit pahami. Bahkan saat ia bersama dengan Karel saja anak itu bisa memberontak.
Seperti saat kepergian Eros ke bandara. Anak itu tidak menangis, dia hanya diam, bahkan Karel yang juga ikut menemaninya hanya bisa mengusap usap punggunh sahabatnya.
"Kak Eros nanti balik lagi, kok." hanya itu, tapi Luiz, tidak menjawab apapun. Lambai tangan Eros juga ia abaikan. Merasa sesak.
Setelah sampai di rumah, semua yang di tahannya ia luapkan di dalam kamar, Meri, Fernan dan Karel. Mereka tidak mampu menghentikannya, anak itu memberantak-kan seisi kamarnya.
"Luiz? Tenang dulu, Nak?" tetap saja panggilan itu tak akan di responnya. Sampai ia benar-benar lelah dan membanting tubuhnya di atas kasur begitu saja, baru lah Meri bisa mendekat. Sedangkan Karel, gadis itu memilih pamit dan pergi, karena Luiz tentunya tidak ingin berbicara dengannya.
"Luiz?" panggil Meri, wanita itu mengusap lembut rambut lebat putranya.
"Luiz capek? Mau minum?" tanya Meri lagi, anak itu melihat perlahan ke arah Bundanya.
"Ada apa ?" tanya Meri.
"Bu-n-da." Panggilnya, Meri tersenyum, lalu memgusap wajah putranya.
"Istirahat ya, pasti capek. Nanti, Bunda buatin susu cokelat kesukaan Luiz, oke?" kata Meri, anak itu menatap Bundanya agak lama, lalau tersenyum.
"Bu-n-da, Ka-k, Fa-hi-ra? Ka-k, Er-os? Ka-pa-n," belum usai anak itu berusaha duduk, lalu ia menatap Bundanya cemas. Matanya berkaca-kaca siap menangis, tapi di hentikan oleh Meri. Wanita itu menggelengkan kepalanya, lalu menangkup kedua pipi putranya.
"Sudah jadi jagoan, harus kuat, Luiz anak yang kuat, nanti kita ketemu sama Kakak Eros dan Fahira ya?" kata Meri, lalu memeluk putranya. Fernan yang berdiri di depan pintu kamar putranya hanya mengusap wajahnya lega. Dia sempat berpikir kalau suatu saat nanti akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Mungkin saat ini hanya masalah kecil, kepergian Eros dan Fahira sudah berhasil membuat kerapuhan dalam diri Luiz.
Dan sekarang, hal itu akan kembali terulang, Eros yang akan kembali ke German, untuk memnyelesaikan studynya, tapi tidak dengan Fahira, yang masih enggan untuk bertemu demgan adiknya.
"Aku harap nanti Luiz tidak sedih seperti waktu itu." batin Fernan, lalu pria itu pergi meninggalkan putra dan istrinya.
Waktu berlalu begitu cepat, sore menjelang malam pun telah tiba, sepanjang hari Luiz hanya terdiam, berdiri di depan cermin , usai mandi pun ia hanya berdiri didepan cermin, meski Meri, datang untuk membantunya bersiap-siap, setelah itu ia tinggalkan Luiz sendiri di kmarnya.
"Luiz?" panggil Eros, anak itu melangkah masuk kedalam kamar adiknya, ia berjalan gontai mendekati Luiz.
"Luiz? Mau ikut ?" tanyanya, setelah sampai di sebelah adiknya. Tadi siang saja ia urungkan, karena melihat adiknya yang enggan untuk berbicara dengan siapapun.
"Luiz? Jangan diem dong, masa Kak Eros di cuekin sih," keluh Eros. Anak itu tetap diam.
"Luiz, Kak Fahira mau datang, ngga kangen Kakak Fah?" ucapan Eros berhasil mengalihkan tatapan Luiz dari depan cermin.
"Ka-k, Fa-hi-ra?" tanya Luiz, anak itu menatap nanar pada kakaknya.
"Mau ketemu Kak Fah, ngga?" tanya Eros lagi.
Agak.lama Luiz mencerna, baru lah anak itu mengangguk. "Ka-k, Er-os, ma-ka-si-h." katanya. Eros tidak mau membuang waktu singkatnya, ia segera menarik adiknya masuk kedalam pelukannya. Beberapa tahun kepergiannya, membuat Eros merindukan adik kecilnya.
"Kak Eros ngga akan buat Luiz sedih lagi, tapi maafin kak Eros yang lagi-lagi harus tinggalin Luiz."
Eros melepas pelulannya, lalu menatap wajah adiknya agak lama, ia mencium kening adiknya dengan sayang.
"Harus semangat ya, Kak Eros bangga punya Luiz." hanya itu, lalu pergi tanpa penjelasan yang pasti akan ucapannya. Sementara Luiz, anak iti diam terpaku di tempatnya.
. . .
"Bunda!" teriakan khas yang membuat kedua orang tuanya menoleh.
"Fahira?" gumam Meri, wanita itu merentangkan kedua tangannya,elijat anak gadisnya yang berlari kecil menghampiri keluarganya.
"Bunda, aku kangen banget," pekik Fahira, memeluk Bundanya.
"Bunda juga kangen, kamu ngga kangen rumah ? Gimana kerjaan kamu? Habis wisuda, kamu ngga mau ngomong sama Bunda." keluh Meri, gadis itu melepas pelukannya. Lalu menangkup kedua pipi Bundanya.
"Maaf Bun, aku ngga bermaksud begitu, aku beneran kangen, Kak Eros , mana ? Aku udah dateng nih." celoteh Fahira.
"Kaka kamu yang paling tampan ada di sini, " seru Eros dibalik tubuh Fernan, kakaknya berdiri.
"Kak ? Ih tambah ganteng." Pekik Fahira, yang berlari menghampiri Kakaknya, lalu memeluknya.
"Duh, pelan-pelan dong." rutuk Eros, pria itu menatap Fahira gemas.
"Maaf kak," katanya, lalu Eros mengacak rambutnya."Kak Eros punya hadiah." kata Eros, mata Fahira membelalak.
"Apa ? Wah aku gak sabar, buruan kak, nanti keburu kakak pergi lagi." kata Fahira antusias.
Eros, menyingkirkan tuhuhnya, di sana terlihat sosok remaja yang masih setia berdiri sambil menunduk.
"Luiz?"
Taraaaaa sudah selesai nih, vote dan komentarnya ya, maaf kalau lama up dan gaje banget wkwkw maklum masih belum fit 😋
Selamat menikmati
KAMU SEDANG MEMBACA
MY IDIOT LITTLE BROTHER ✔[Proses Revisi]
Fiction généraleJika penyesalan datang hanya di akhir, lalu untuk apa menyempurnakan maaf, jika terus di hantui dengan rasa bersalah. ~Fahira Aveza Fernando~ Dunia baru untuk Veza, dan dunia yang rumit untuk seorang Luiz Fernando, dengan keterbatasannya, dia menjad...