19. Hening.

257 30 22
                                    

Lupakan soal bagaimana caranya bicara santun, malam itu gadis remaja yang sedarah pun mampu mencekik leher kedua orang tuanua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lupakan soal bagaimana caranya bicara santun, malam itu gadis remaja yang sedarah pun mampu mencekik leher kedua orang tuanua.

Fahira Aveza Fernando. Nama yang cantik selalu melekat padanya, sebutan Veza di kalangan rekan kampusnya. Atau lebih sering di sapa Fahira, oleh kedua orang tuanya.

Dia shock, gadis itu menatap nanar ke arah anak remaja laki-laki yang genap berusia 14 tahun itu. Dia melihat kedua orang tuanya secara bergantian.

Selepas kepergian Eros, sang kakak tertua, Luiz hanya diam, begitu juga Fahira, yang tidak menyangka akan bertemu kembali dengan adiknya.

"Luiz?"

Meski hanya menyebutkan namanya, Luiz sempat tersentak, anak itu ketakutan, dia menangis dalam diam.

"Bunda bohong!" pekik Fahira, mereka sudah berada di rumah sejak semalam saat Eros lepas landas. Fahira memilih diam, tak mau menunjukan kalau ia masih membenci adiknya, dia tidak ingin Kakaknya tahu kebenaran atas kepergiannya dari rumah.

"Ra, ini masih pagi, Nak, kenapa kmau masih bahas yang semalam?" tutur Meri, wanita itu sungguh telaten menghadapi ketiga anaknya yang luar biasa itu.

"Aku harus bilang berapa kali sih, aku ngga mau ketemu, kalau dia selalu ikut." protesnya.

"Ra, kalau adik kamu ngga ikut, dia sama siapa di rumah? Bunda tahu kamu ngga suka, tapi tolong untuk sekali ini aja kamu coba buat buka hati kamu, terima Luiz, dia sama seperti yang lain." jelas Meri.

"Aku tetap tidak menginginkan seorang adik, apalagi dia tidak normal, dia cacat, dia idiot, dia bukan manusia, Bunda tahu itu." ucapnya penuh amarah.

"Ra, kamu boleh ngga suka sama orang, tapi dia itu adik kamu sendiri, adik kandung kamu, anak Bunda dan Ayah, masa kamu ngga memikirkan perasaan kami? Sekali saja Ra," ucapnya. Di tempatnya Fahira mendengus sebal, mendengar ocehan Meri yang terus menerus memaksanya menerima Luiz.

"Perasaan yang kaya gimana ? Perasaan benci lalu cinta? Bunda sadar ngga sih, aku juga anak Bunda, aku lahir di rahim yang sama, tapi kenapa, Bunda selalu memberikan seluruh hidup Bunda hanya untuk satu orang yang seperti moster?"

untuk yang ke sekian kalinya Fahira membuat Meri terluka. Gadis itu diam menatap tajam pada anak lelaki yang beridiri di belakang Bundanya.

"Ini semua gara-gara kamu! Kamu ngga seharusnya hidup, kamu mati aja, kamu bukan adik aku, bukan adik aku! Huuh!" Jerit Fahira, Fernan yang sedang di dalam kamar pun langsung keluar. Pria itu menatap lekat pada 3 orang yang berdiri di antaranya.

"Ada apa ini? Kalian kenapa lagi? Ini masih pagi, kalian malah ribut? Ada apa Bun?" tanya Fernan, pria yang berhasil menjadikan Meri, ibu dari 3 orang anak.

"Bunda, ngga pernah memberikan pelajaran buruk akan moral sama kamu, Bunda selalu memberi hak atas anak-anak Bunda, Bunda juga ngga pernah mengajarkan anak-anak Bunda, untuk kurang ajar. Kamu itu wanita Fah, kamu juga akan mengandung dan melahirkan, bagaimana jika kamu meiliki seorang anak sama seperti adik kamu, anak Bunda Luiz?" jelas Meri, butiran bening jatuh membasahi wajah cantik Meri.

"Bunda sudah merelakan nyawa, hanya untuk kehidupa kalian, Bunda bertaruh untuk kalian, kalian hidup Bunda, bisakah kamu melihat itu? Bunda rapuh, Nak, apa kamu tidak melihat di luar sana, masih banyak orang tua yang menelantarkan anak kandungnya sendiri. Kalau Bunda egois, bahkan kamu yang akan Bunda buang, bukan Luiz, ingat Fahira, surga ada di telapak kaki Ibu." lanjutnya. Gadis itu tetap diam.

"Jika kamu memiliki pikiran yang jernih, Bunda hanya ingin kamu menikmati jalan yang Tuhan kasih, bukan kamu dustakan hidup dengan membenci saudara sedarahmu. Bunda kecewa sama kamu Ra, Bunda salah menilai, kalau Bunda punya putri yang pandai." katanya, sebelum ia membawa putra bungsunya bersama dengannya.

"Bun?" panggilan Fernan di hiraukannya.

Wanita itu pergi meninggalkan rumah, bersama dengan Luiz, ia juga memberhentikan taksi dan menaikinya. Taksi itu melaju begitu cepat, sebelum Fernan berhasil mencegahnya.

"Shiit! Meri, kebodohan apa lagi ini? Kamu harusnya tidak bertindak gegabah." gumam Fernan. Pria otu mengusap wajahnya kasar, dan kembali berjalan memasuki pekarangan rumahnya.

Sementara di dalam, Fahira hanya terdiam, entah apa yang ia lakukan itu sudah keterlaluan ataukan sudah benar. Tapi hatinya menyesali perbuatannya sendiri.

"Aku tidak bermaksud menyakiti Bunda, aku sama sekali tidak ingin melakukannya. " batin itu mengatakan hal yang berbeda, tapi apalah daya, nasi sudah menjadi bubur. Hanya usaha dan tekat yang akan memperbaiki semuanya.

"Fahira?" tegur Fernan, ia memeluk putrinya, ia juga tidak bisa egois, ia juga terus verpikir untuk keutuhan keluarganya. Apalagi anak tertuanya sedang tidak ada. Fernan juga tidak mau menjadi sosok ayah tidak peduli pada anak-anaknya. Dia harus bisa menjadi pelindung di sisi lain ketika istrinya marah seperti sekarang. Tapi hatinya tidak bisa berbohong, dia juga memikirkan kondisi psikis putra bungsunya, setelah kejadian yang menyebalkan menurutnya.

"Ayah akan berusha Bun, berusaha menyakinkan putri kita agar dia mau menjaga Luiz, sama seperti Eros."








Bonus foto Luiz

Bonus foto Luiz

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Taraaaa sudah up lagi nih, selamat menikmati, jangan lupa vote dan komentarnya ya. Maaf kalau cuma sedikit itung itu pengiritan hehe canda deng 😋

MY IDIOT LITTLE BROTHER ✔[Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang