48. Lelah

335 28 3
                                    

Hari berganti begitu cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari berganti begitu cepat.  Bulan berlalu begitu cepat. Luiz masih saja belum mau membuka matanya. Sedangkan Fahira gadis itu sudah mulai membaik, meski sesekali ia merasa nyeri dibagian pinggangnya. Bahkan Ia belum di perbolehkan pulang karena harus ikut cuci darah setiap minggunya.

"Luiz ingin menjaga Kaka Fah." dalam tidurnya  yang panjang, batinnya menangis pilu.

Selama ia di rumah sakit, anak itu seolah terlupakan, bahkan seorang pun jarang ada yang datang meski hanya berkunjung, meski hanya menunggu. Dia sudah lelah, dia sudah muak dengan drama kasih sayang, dengan semua yang hanya datang lalu pergi tanpa permisi, begitu kah seorang keluarga?

Kini, dia telah berhasil melewati masa itu, melewati masa dilema antara hidup dan matinya, ketika ia sadar bahwa tak ada seorang pun untuk dilihatnya, ia berhenti berharap. Anak itu bangun dan melihat seluruh ruangan itu seperti tak asing lagi, ia turun dari brankarnya, berjalan perlahan.

"Luiz? Anak Bunda." panggilan lembut itu membuatnya menoleh ke sebelahnya, di sana terlihat sosok wanita yang sama, yang pernah ia lihat beberapa waktu lalu.

"Bunda?" katanya, lalu ia melangkah cepat, meraih  Bundanya yang masih berdiri sambil tersenyum.

Anak itu memeluk Meri, begitu erat dan menangis terisak dipeluknya.

"Jangan sedih Sayang, Bunda selalu ada menjaga kamu." Kata Meri, Luiz tak peduli, ia tak ingin melepaskan Bundanya. Usapan lembut Meri membuat Luiz nyaman dan damai.

"Ikut Bunda mau?" tanya Meri.

Luiz masih diam, dia hanya menatap Bundanya sendu, genggaman itu membuat Luiz kaget, tak menyangka akan mendapatkannya lagi.

"Ayo." ujarnya lagi. Mereka pun melangkah, perlahan langkahnya seperti terbawa begitu saja. Sampai ia menemukan titik putih di depannya, Luiz menoleh.

"Kita mau kemana Bunda?" tanya Luiz.

"Kita hidup di dunia yang tidak lagi mudah tersakiti." jawab Meri.

"Sungguh?" tanya Luiz. Meri mengusap lembut pipi putranya, senyumnya tak pernah lepas dari wajahnya.

"Ketika orang yang kita sayang tidak lagi peduli, maka pulanglah, biarkan mereka bahagia, berikan ruang untuk mereka menyadari arti kehilangan." Ucap Meri, Luiz menatap lekat mata Meri. Ia pun melepaskan genggaman itu perlahan.

"Tidak, Luiz tidak mau." katanya.

"Ikutlah bersama Bunda, Nak." katanya.

"Tidak, Luiz sayang Ayah, Kakak dan semuanya. Bunda sudah pergi, Luiz tidak mau." katanya lagi, lalu ia melangkah mundur, ketika sosok itu mulai menghilang.

"Dengar, Manusia tidak akan pernah puas, jika mereka belum merasakan betapa sulitnya hidup dalam keterbatasan. Perjuanganmu  hanya tinggal selangkah, jika kamu mampu tapi jika tidak kamu akan terlupakan." katanya, lalu sosok itu benar-benar lenyap dari hadapannya.

MY IDIOT LITTLE BROTHER ✔[Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang