2 minggu sudah Meri pergi, kini tawa dan senyum itu hilang dari wajah Luiz. Dia sudah kembali menjadi luiz yang sama seperti sebelumnya, enggan untuk bicara apalagi bermain. Dia mengurung dirinya di dalam dunianya, kembali menyibukan diri dengan peralatan lukis yang Eros beli untuknya. Eros sangat paham luka hati adiknya, dia benar-benar sudah menyerah, dia hanya mengobrol seadanya pada Luiz.
Ketika ia pulang kerja pun ia hanya mampir sebentar mengecek adiknya, lalu bertanya dengan pertanyaan yang sama. Lintang yang memang tinggal bersama mereka saja hanya duduk diam di dalam kamar Luiz, menemani anak itu melukis, atau dia akan bosan sepanjang hari ketika libur, kalau bukan karena Eros yang pengertian entah akan jadi apa Lintang yang bosan karena Luiz. Eros pun membelikan sebuah Keyboard musik untuk sepupu kecilnya, dia tidak peduli berapa banyak biaya yang keluar, asalkan adiknya tidak benar-benar sendiri.
Rumah yang biasanya hidup seolah mati perlahan-lahan. Fernan yang belakangan menjadi seorang workholis, Fahira yang selalu pulang larut, membuat Eros harus bisa menjadi sosok yang kuat. Seperti biasa Eros pulang membawa beberapa camilan untuk ia dan kedua adik kecilnya santap. Eros sadar sikapnya mungkin akan mebyakiti perasaannya sendiri, dia terus berdebat dengan ayahnya ketika malam tiba.
"Lui, bosan nih." seru Lintang anak itu menatap langit-langit kamar sepupunya. Tapi, Luiz hanya berdeham sesekali untuk menjawab.
"Lui, makan yuk, perut berdecit minta jatah nih." lanjut Lintang. Lagi-lagi Luiz hanya berdeham.
Tapi, bukan Lintang namanya, kalau ia tidak bisa membuat sepupunya kesal. Anak itu bernyanyi nyaring di dekat telinga Luiz, awalnya biasa saja, lama-kelamaan Luiz menghentikan kegiatannya. Dia menatap tajam dan kesal kearah Lintang, Lintang tertawa renyah melihat raut kesal Luiz.
"Oke, baik, maaf-maaf. Hentikan kegiatan membosankan itu, berpestalah bersamaku, ini kan hari minggu." kata Lintang, Luiz menurut, dia berdiri ditempatnya memperhatikan Lintang yang sibuk menyalakan alat musiknya.
Jari-jari lentik Luiz mulai bergerak, padahal Lintang belum memulainya.
"Sip oke, aku main dan nyanyi, kamu ikuti dan berikan gerakan indahmu itu. Bagaimana, adil, kan?" kata Lintang. Luiz mengangguk.
Lintang pun memainkan keyboardnya, musik 7 years-Lukas Graham pun mulai terdengar.
Once I was seven years old my momma told me
Go make yourself some friends or you'll be lonely
Once I was seven years oldLintang pun mulai bersuara, menyanyikan perlahan di setiap liriknya, pandangannya melihat Liuz bergantian.
Lintang menggerakan kepalanya seraya menikmati lagu yang ia mainkan, begitu juga Luiz menikmati lanjutan lagu itu dengan caranya.
Senyum tipis mulai terukir di wajah keduanya. Lintang atau pun Luiz, mereka menikmatinya, sampai tak sadar akan keberadaan Eros yang sudah berdiri diambang pintu kamar adiknya. Melipat kedua tangannya sambil bersandar, pria itu tersenyum lebar melihat tingkah kedua adik kecil menurutnya.
Enggan untuk mengganggu parti kecil itu, Eros pun memilih pergi dari tempatnya. Dia melihat sosok gadis yang selalu berjalan menunduk, tidak dia tidak sombong, hanya saja dia enggan untuk melakukan interaksi lebih pada Luiz, adiknya sendiri.
"Tumben pulang cepet, Ra?" tanya Eros, pria itu sudah berdiri di deoan pintu utama usai dari kamar adiknya.
"Lagi luang kak, aku lembur terua kemarin, hari ini aku pulang." balas Fahira, gadis itu mencium pipi kakaknya sebagai salam, sudah menjadi kebiasaan Fahira bila bertemu Eros, gadis itu akan menciumnya. Eros tak merasa keberatan, toh itu tanda sayangnya Fahira untuk Eros, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
MY IDIOT LITTLE BROTHER ✔[Proses Revisi]
General FictionJika penyesalan datang hanya di akhir, lalu untuk apa menyempurnakan maaf, jika terus di hantui dengan rasa bersalah. ~Fahira Aveza Fernando~ Dunia baru untuk Veza, dan dunia yang rumit untuk seorang Luiz Fernando, dengan keterbatasannya, dia menjad...