Lama berliku, tapi terjatuh jua.
. . .
Bunga mawar tampak cantik bila di pandang, tapi jika dipetik, jari akan terluka. Tidak ada yang tahu kapan jantung akan berhenti berdetak, dan kapan manusia akan berhenti saling menyakiti.
Pagi hari tidak nampak seperti pertanda baik di keluarga Fernando. Terlihat tegang dan mengerikan. Sorot tajam Fernando yang menatap lurus ke arah Luiz, membuat anak itu melangkah mundur perlahan. Mata pandanya mengisyaratkan kalau dia takut dengan tatapan Ayahnya yang tajam. Tangannya yang tak berhenti meremat celana yang ia kenanakn pun terlihat kusut. Dingin. Itulah yang dirasakan olehuiz. Ia tidak bisa melihat lagi sosok Ayahnya yang hangat itu. Sosok yang pernah nemberinya sebuah pelukan dikala ia sedih ketika ditinggal Meri pergi, meski itu sebentar. Tapi, saat ini, Fernando telah berubah.
"Antonio! Cukup!" teriak Kania.
Fernan pun hanya menoleh, mengabaikan Ibunya sendiri. Pria itu terus- menerus memandangi putranya, sampai ia harus memutuskan untuk berlari dari rumah, menbuat keluarganya terkejut akan hal itu. Eros yang sama terkejutnya langsung berdiri didepan sang Ayah. Matanya sudah memerah, menahan amarah."Ayah udah keterlaluan. Ayah membiarkan Luiz pergi dan bukan menahannya? Ayah macam apa kau ini?!" ucapnya kesal. Di sisi lain, Lintanglah yang mengejar Luiz, di susul oleh Deliana.
Bukannya merasa bersalah, Fernando malah teetawa begitu bahagia melihat putranya pergi.
"Jangan halangi aku untuk memusnahkan apa yang kulihat. Dia bukan putraku. Dia telah melenyapkan Meri! Dia penyebab kematian Meri!" teriaknya di depan Kania, Ibunya sendiri.
Bugh.
Satu tinjuan berhasil mengenai wajah tampan Fernan, pria itu tersungkur nyaris mengenai sudut meja di dekatnya. Tapi, Fernan berhasil kembali berdiri.
"Ayo hajar aku, hajar saja aku tidak takut! Dengar baik-baik, aku akan membuatnya mati! Aku akan membalaskan kematian Meri." ucapnya penuh amarah, dan frustasi, lalu menerobos pergi dari halauan Ariel dan Niko. Eros yang melihat Ayahnya begitu menyeramkan saat ini. Ia pun segera menyusulnya. Namun, Sayang Fernan telah pergi bersama mobilnya.
"Kamu susul Ayah kamu, biar Om yang telepon polisi." putus Niko, langsung di setujui oleh Eros, pria itu pun kembali kedalam rumah untuk mengambil kunco motor yang selalu ia simpan diatas meja dekat kamar Luiz. Setelah itu, Eros beserta motornya melaju begitu saja melewati pagar rumahnya untuk menyusul sang ayah.
. . .
"Lui!Berhenti, Lui, dengarkan aku Lui!" teriak Lintang yang terus memanggil nama sepupunya. Tetap saja, Luiz tidak akan berhenti, bahkan anak itu terus bergumam, kalau dia sudah membuat Bundanya pergi. Anak itu terus menerus menyalahkan dirinya.
"Luiz, nak-al, Luiz nak-al. Luiz ti-dak bunu-h Bun-da." katanya berulang kali, air matanya terus mengalir, ia tidak peduli dengan sekitarnya. Anak itu tetap berlari, entah sampai mana.
Tapi, sayang, jejaknya telah ditemukam lebih dulu oleh Fernan. Lintang yang menyadari kalau mobil hitam yanh melaju cepat itu adalah mobil Omnya. Dia berlari begitu cepat untuk mendorong Luiz ketepi jalan.
Saat itu kendaraan yang lewat tidak begitu ramai, Luiz dan Lintang terjatuh tepat di pinggir trotoar.
"Ah. Sa-kit." rintih Luiz.
"Jangan pergi lagi, pulang bersamaku, ayo." ajak Lintang, ketika mereka sudah berdiri. Namun, genggaman tangan Lintang di lepaskannya begitu saja.
"Ti-dak! Luiz nak-al." katanya lagi. Luiz melangkah mundur,lalu berbalik dan kembali berlari.
"Lui! Jangan pergi kearah sana." teriak Lintang pun tak di dengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY IDIOT LITTLE BROTHER ✔[Proses Revisi]
General FictionJika penyesalan datang hanya di akhir, lalu untuk apa menyempurnakan maaf, jika terus di hantui dengan rasa bersalah. ~Fahira Aveza Fernando~ Dunia baru untuk Veza, dan dunia yang rumit untuk seorang Luiz Fernando, dengan keterbatasannya, dia menjad...