Waktu berlalu begitu cepat, hari ke 7 setelah kepergian Meri. Masih menyimpan duka yang dalam di benak keluarganya. Belum lagi ditambah dengan Fernan yang menjaga jarak dengan Luiz. Entah ada alasan apa dibalik itu semua, sosok Luiz terabaikan untuk sekarang. Never be enough ?
Setidaknya tidak ada yang tahu seberapa dalam rasanya untuk mencintai orang yang terkasih, apalagi itu adalah seorang ibu.
Hari ke 7 tanpa ibunya, membuat hati yang sudah kosong semakin hampa, bukan karena ia terlalu manja, tapi tidak-kah akan berpengaruh kalau semuanya sudah hancur? Kata-kata manis saja sudah tidak berlaku. Kata sayang sudah tak berpengaruh, kini sosok itu tumbuh menjadi lebih tertutup.
Luiz memilih berlama-lama di dalam kamar, dari pada harus mendengarkan kata kasar dari Fahira. Kali ini dia lelah, bukan karena benci, tapi, untuk berada di sekitarnya membuat dirinya terluka, karena kehadirannya memang tidak diharapkan. Bahkan tadi malam saat makan malam, Fernan menatap sinis pada Luiz, anak itu tahu ayahnya sedang memperhatikannya, siapa yang tahan jika kegiatannya di perhatikan sedemikian rupa, membuat tak nyaman, bukan ?
"Om? Kenapa sih?" seru Lintang, remaja laki-laki itu gemas melihat sikap Fernan yang menantap tak suka pada putranya sendiri. Delina dan yang lainnya ikut menoleh melihat seru-an Lintang yang cukup keras.
Fernan hanya diam, pria itu memilih bangkit dan pergi meninggalkan meja makan, membiarkan suasanya tegang menyelimuti perasaan kalut Luiz.
"Habisin makannya, Sayang." kata Delina, wanita itu mengusap lembut punggung keponakannya. Luiz menatap Delina, lalu ia berdiri dari tempanya menepis tangan Tantenya.
"Ma-af." katanya lalu ia berlari menuju kamarnya, lalu menutupnya dengan keras. Membuat Eros sang kakak membuang napasnya berat.
"Maafin Luiz ya Tan, dia lagi sensitif." ucap Eros, Delina tersenyum, lalu mengangguk.
"Ngga apa-apa kok, Tante maklum, udah gih buruan kalian habisin makannya." balas Delina.
Sejak itulah, Luiz tak berniat untuk keluar dari kamar, bukan tanpa alasan anak itu enggan untuk bertemu orang diluar sana. Dia hanya takut keberadaannya malah membuat orang lain sakit hati.
"Luiz! Sarapan dulu!" panggil Eros, pria itu ada di rumah beberapa hari ini, dia juga bekerja lewat online, karena bisnisnya tak begitu sulit untuk di kelola. Dia tak mau adik kecilnya semakin terpukul, untuk itulah Eros memilih jalan kedua untuk mengurus pekerjaannya. Berbeda dengan Fahira, gadis itu sama sekali tak peduli dengan kondisi fisik adiknya yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Dia memang terlihat segar bugar, tapi kejiwaannya yang harus benar-benar di jaga.
"Eng-ga!" sahut Si pemilik kamar. Eros tidak berheti, pria itu menggunakan bebagai cara untuk membuat adiknya kesal, lalu ia mau membuka pintunya.
"Luiz! Kakak ngga akan bicara sama kamu, kalau kamu tak mau keluar, atau kak Eros akan oergi saja kalau gitu." teriak Eros, pria itu masih berdiri di depan kamar kamar adiknya, tapi Si Pemilik kamar masih belum mau membukakan pintunya. Eros sadar kalau sikap ayahnya sudah kelewatan, pria dewasa itu malah membuat pembatasnya sendiri.
"Luiz, Kak Eros mau bicara, bukalah pintunya." pinta Eros, Luiz tetap enggan untuk membuka. Sampai akhirnya Eros kesal sendiri pria itu mencari kunci cadangnya di sebuah lemari bufet yang ada di sebelahnya. Ketika ia berhasil menwmukannya, segera ia membuka pintu itu, terlihat sosok yang sejak tadi enggan untuk keluar dari persembunyiannya. Eros pun melangkah masuk kedalam kamarnya, lalu menutup pintu kamar itu sedikit.
Eros melihat sekeliling kamar itu, tercium bau tak sedap, tak seperti biasanya, kamarnya gelap, semua tertutup rapat. Eros melihat adiknya duduk sendiri di sudut tempat tidur menghadap kearah jendela yang rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY IDIOT LITTLE BROTHER ✔[Proses Revisi]
General FictionJika penyesalan datang hanya di akhir, lalu untuk apa menyempurnakan maaf, jika terus di hantui dengan rasa bersalah. ~Fahira Aveza Fernando~ Dunia baru untuk Veza, dan dunia yang rumit untuk seorang Luiz Fernando, dengan keterbatasannya, dia menjad...