Setelah menempuh waktu selama kurang lebih 18 jam perjalanan London-Jakarta-Bandung. Akhirnya mereka bertiga sampai juga di Kontrakan Reyhan di Cicadas, Bandung.
Kontrakan itu terlihat berdebu karena sudah ditinggal penghuninya selama hampir tiga bulan lamanya.
Luwi dan Gibran menghempaskan tubuhnya di atas karpet lantai yang baru saja di gelar oleh Reyhan. Sepertinya mereka sangat kelelahan karena sudah lama tidak pernah melalukan perjalanan jauh.
Luwi meringis memegangi punggungnya. Dia meraba bagian punggung kirinya dan berjalan ke arah lemari kaca di kamar Reyhan. Dia menurunkan bajunya cukup kebawah, hampir memperlihatkan sebagian bra-nya. Luwi hanya ingin melihat melalui kaca apa luka di punggungnya ini serius atau tidak, sebab sakitnya semakin lama semakin menjadi.
Reyhan kaget saat dilihatnya punggung Luwi terdapat luka memar yang cukup besar.
"Astaga, Luwi? Punggungmu kenapa?" tanya Reyhan khawatir. Wajahnya terlihat panik.
Luwi kaget melihat Reyhan tiba-tiba masuk ke dalam kamar itu dan menghampirinya di depan lemari pakaian. Dia langsung buru-buru membetulkan kembali posisi bajunya. Dia merasa malu pada Kakaknya.
"Eh, tak apa, Kak. Hanya memar biasa, nanti lama-lama juga hilang sendiri," ucapnya seraya berjalan ke luar kamar. Tapi hal itu di cegah oleh Reyhan.
"Aku ini Kakakmu, tidak usah malu, sini aku obati, luka dipunggungmu cukup besar Luwi, tidak boleh dibiarkan, nanti kalau bertambah parah kamu sendiri yang repot,"
"Tidak usah Kak, aku tidak enak. Lukanya di area tertutup."
"Tapi lukamu harus segera dikompres supaya tidak membengkak," Reyhan paham apa yang dirasakan Luwi. Meski dalam hati Reyhan sendiri merasa canggung, tapi dia tidak mungkin diam saja melihat luka sebesar itu di tubuh adiknya.
"Ah, aku punya ide, biar nanti Gibran saja yang membantumu untuk mengompres lukanya, biar aku siapkan alatnya, kalian di kamar saja nanti, kalau dengan Gibran tentu kamu tidak perlu segan,"
"Baik, Kak. Terima kasih," ucap Luwi sungkan. Hatinya terharu. Reyhan begitu perhatian kepadanya.
Lima menit kemudian Reyhan sudah kembali dari dapur membawa sebaskom air dingin dan sebuah sapu tangan bersih. Dia langsung memberikannya pada Luwi. Luwi dan Gibran masuk ke dalam kamar Reyhan dan menutup pintu kamar itu dari dalam.
"Malam ini kita istirahat di sini dulu, besok aku akan membawamu ke rumah sakit untuk mengecek lukamu, serius atau tidak. Sekalian aku ingin mengecek kondisi Jantung Gibran. Aku keluar sebentar untuk mencari makanan, kalian pasti lapar," teriak Reyhan dari balik pintu.
"Iya, Om," terdengar suara Gibran menyahut, dia berteriak dari dalam kamar.
Reyhan tersenyum tipis seraya berjalan keluar dari kontrakannya.
***
Pagi harinya di Bandung, Luwi bangun dengan tubuh yang lebih segar. Nyeri dipunggungnya terasa berkurang setelah semalam di kompres air dingin oleh Gibran.
Luwi menggeliat menarik tubuhnya dan merentangkan ke dua tangannya ke atas. Dia menghela nafas dan tersenyum sambil melihat ke sekeliling ruangan di dalam Kamar Reyhan.
Malam ini Luwi dan Gibran tidur di kamar Reyhan sementara Reyhan tidur di atas karpet lantai di depan tv. Maklum kontrakan Reyhan hanya ada empat petak, yaitu ruangan tamu yang merangkap ruang tv, satu kamar, dapur dan kamar mandi. Mungkin kalau bagi Reyhan yang pada mulanya tinggal sendirian di kontrakan itu, ukuran segitu sudah lumayan besar. Maka dari itu, berhubung sekarang mereka tinggal bertiga, jadi Reyhan berencana akan mencari kontrakan yang ukurannya jauh lebih besar, karena dia memerlukan dua kamar tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DARI MASA LALU (End)
Romance# 1. Sahabat sejati (14 - 09 -2019) dr 440 cerita # 5. Pilu (07 - 11 - 2019 ) dr 632 cerita Kisah Romansa 21+ Follow dulu sebelum membaca... Sequel lanjutan dari CINTA DI BALIK CADAR Yang paling suka dengan cerita romantis yang bikin baper, ayo mari...