44 - PERPISAHAN

1.7K 144 42
                                    

Sebelas Tahun yang Lalu.

Bandung.

Perpisahan.

"Aku hamil, Kak." ucap seorang gadis berwajah pucat dengan deraian air mata yang kian menjadi. Dia sudah berkali-kali menghubungi laki-laki dihadapannya sekarang untuk memberitahukan kondisinya saat ini, namun laki-laki itu seolah tak menghiraukannya dan malah justru terus menerus menghindar.

"Ya terus apa urusannya sama gue?" ucap Hardin tanpa sedikit pun perasaan bersalah.

"Tapi anak di perut aku ini anak Kakak. Jadi kakak harus tanggung jawab." Luwi kembali memelas. Dia sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa sekarang.

"Bodo amat! Emang gue perduli! Lo nggak usah kegeeran ya. Jangan lo pikir selama ini gue itu beneran suka sama lo, nggak! Gue sama sekali nggak pernah suka sama lo, apalagi cinta! Bulshiit! Masa depan gue masih panjang. Gue masih mau jadi pengusaha sukses, masih mau seneng-seneng, jadi lo nggak usah berharap muluk-muluk dari gue! Bokap lokan orang terpandang, lo bilang aja sama bokap lo suruh sewa orang lain buat nikahin lo, gitu aja repot!" Hardin hendak pergi tapi Luwi masih tetap menahannya.

"Aku takut sama Ayah kalau tahu masalah ini, Kak. Aku nggak berani bilang sama Ayah..."

"Itu sih urusan lo! Kenapa jadi gue dibawa-bawa? Lo inget ya, di mata gue, lo itu nggak ada bedanya sama cewek-cewek murahan di pinggir jalan. Bahkan berhubungan sama lo nggak ada asik-asiknya tahu nggak! Nggak bisa bikin gue puas! Dasar cengeng! Lo itu cuma cewek bego yang gampang dikibulin! Jadi nggak usah berharap lo bisa jadi istri gue! Paham!"

Hardin pergi meninggalkan robekan menganga di dalam hati Luwi. Hingga akhirnya Luwi yang putus asa, mendatangi Hardin ke kediamannya. Lalu terpaksa menceritakan apa yang telah terjadi menimpanya kepada Kakek dan Nenek laki-laki yang sudah menghamilinya itu. Karena memang laki-laki itu hanya tinggal bersama Kakek dan Neneknya di Bandung. Sementara ke dua orang tuanya tinggal di Jakarta.

Kedatangan Luwi disambut baik oleh Omah dan Opah. Bahkan mereka langsung mengintrogasi cucu mereka saat itu juga. Meminta konfirmasi langsung dari mulut Hardin sendiri, benar atau tidaknya apa yang telah dikatakan Luwi pada mereka, hingga akhirnya Hardin sendiri yang mengakuinya.

Opah dan Omah pun langsung menghubungi orang tua Hardin di Jakarta. Sebab bagi mereka ini adalah masalah yang sangat serius, mengingat bahwa latar belakang keluarga Luwi berasal dari kalangan atas. Ayah Luwi adalah seorang politikus ternama negeri ini. Ketua umum partai terbesar dan terkuat di Indonesia saat itu. Jadi mana mungkin mereka bisa menggampangkan masalah ini layaknya Hardin yang menganggap ini hanya masalah sepele yang tidak perlu terlalu dipikirkan.

PLAK!!!

Satu tamparan kuat mendarat di pipi remaja laki-laki itu begitu sang Ayah sampai di Bandung.

"Kamu ini! Dari kecil bisanya hanya menyusahkan orang tua! Sekarang kamu malah menghamili anak orang! Keterlaluan kamu Hardin! Kamu tahukan Luwi itu anak siapa? Kalau sampai keluarganya tahu, habis kita semua? Termasuk masa depan kamu! Papa tidak habis pikir dengan apa yang ada di otak kamu sekarang! Kamu mau menghabiskan sisa umur kamu di balik jeruji besi? Kamu mau masuk penjara?"

Hardin hanya terdiam. Lidahnya meraba pipi bagian dalamnya yang memanas. Wajahnya terlihat kaku. Dan bukannya merasa bersalah, Hardin justru semakin dibuat geram oleh Luwi yang berani mengadukan hal ini kepada keluarganya. Sementara alasan Luwi sendiri melakukan hal itu karena dia sudah merasa sangat putus asa atas sifat Hardin yang seolah ingin lari dari tanggung jawab. Dan Luwi lebih tidak berani lagi jika harus berbicara langsung kepada ayahnya sendiri. Luwi sangat takut pada Ayahnya. Terlebih Luwi sangat menghawatirkan keadaan Hardin jika Ayah Luwi sampai mengetahui hal ini. Dia tidak mau Hardin masuk penjara.

CINTA DARI MASA LALU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang